PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini sangatlah penting yang namanya
pendidikan, penting bagi setiap orang untuk terbentuknya kepribadian yang utama
pada dirinya (identitas diri) karena dalam pandangan yang sudah sangat umum
tentang pendidikan diutarakan oleh Driyarkara yang menyatakan bahwa pendidikan
adalah upaya memanusiakan manusia muda[1]. Maksudnya mengangkat manusia muda ke taraf insani haruslah
diwujudkan didalam seluruh proses atau upaya pendidikan secara maksimal.
Upaya memanusiakan manusia muda sebagaimana diungkapkan
diatas harus mempunyai tujuan seperti tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu
berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab yang disebutkan dalam
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Bab II Pasal 6[2].
Sebuah tujuan tidak
akan mungkin tercapai tanpa adanya proses dan didalam pendidikan ada proses
belajar mengajar, belajar mengajar disini bukan hanya dilihat sebagai proses
alih ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi harus lebih dari itu sebagai
proses pemanusiaan manusia[3]. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, suatu proses
belajar mengajar dapat dikatakan efektif dan bermakna apabila memberikan
keberhasilan dan kepuasan baik bagi peserta didik maupun guru[4].
Proses
pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari sang pendidik (subjek
pendidikan), berhasil atau gagalnya pendidikan sangat ditentukan oleh subjek
pendidikan tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai
kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan dan berbagai syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang pendidik.
Masalah
mengajar telah menjadi persoalan para ahli pendidikan sejak dahulu sampai
sekarang, sehingga pengertian mengajarpun mengalami erkembangan pula. Bahkan,
hingga dewasa ini belum ada devinisi yang tepat bagi semua pihak mengenai
mengajar itu.
Bagi peserta
didik, seorang pendidik merupakan contoh ideal dan teladan yang bisa
mengarahkan semua masalah dalam kehidupannya baik berbentuk ucapan maupun
tindakan. Teladan juga penting dan paling efektif untuk menyiapkan etika dan
mencetak kepribadian seorang peserta didik. Jadi, dalam proses
belajar-mengajar, pendidik dalam hal ini guru memunyai tugas untuk mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
Agar hasil yang direncanakan (tujuan) tercapai semaksimal mungkin. Disinilah
pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan. Dalam makalah ini penulis
akan mencoba memaparkan sedikit tentang subjek pendidikan dengan harapan dapat
memahami dengan apa yang dimaksud sang pendidik.
PEMBAHASAN
UNSUR-UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM
1. Unsur-Unsur
Pendidikan Islam
Dalam implementasinya, fungsinya,
pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek yang mendukung atau unsur yang
turut mendukung terhadap tercapainya tujuan dari pendidikan Islam. Adapun aspek
atau unsur-unsur tersebut adalah :
1)
Tujuan
Pendidikan Islam
Menurut Fadlil Aljamali yang dikutip oleh Abdul Halim Soebahar sebagai
berikut: Pertama, mengenalkan manusia
akan perannya diantara sesama (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya. Kedua, mengenalkan manusia akan
interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata hidup bermasyarakat. Ketiga, mengenalkan manusia akan alam
ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi
kemungkinan untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat, mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan
memerintahkan beribadah kepada-Nya.
Tujuan pendidikan Islam adalah tercapainya pengajaran, pengalaman,
pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Sedangkan menurut
Zakiyah Dzarajat tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk insan kamil dengan
pola taqwa dapat mengalami perubahan, bertambah dan berkurang dalam perjalanan
hidup seseorang. Oleh karena itulah tujuan pendidikan Islam itu berlaku selama
hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan.
Hal yang sama pula tujuan pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman
Allah :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? wur ¨ûèòqèÿsC wÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ
Arinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah
dengan sebenar-benarnya taqwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim (QS. 3 Ali-Imron: 102).
Sedangkan menurut Ahmad D Marimba yang dikutip oleh Halim Soebahar,
menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya muslim. Dan
menurutnya bahwa tujuan demikian identik dengan tujuan hidup setiap muslim.
Adapun tujuan hidup seorang muslim adalah menghamba kepada Allah yang berkaitan
dengan firman Allah Surat Dzariat 56 yang berbunyi :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: “Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan untuk
meyembah-Ku”.
Dan masih banyak beberapa deskripsi yang membahas tentang tujuan pendidikan
Islam seperti konfrensi pendidikan di Islamabat tahun 1980, bahwa pendidikan
harus merealisasikan cita-cita (idealitas) Islam yang mencakup pengembangan
kepribadian muslim secara meyeluruh yang harmonis yang berdasarkan fisiologis
dan psikologis maupun yang mengacu kepada keimanan dan sekaligus berilmu
pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah muslim yang paripurna,
berjiwa tawakkal secara total kepada Allah sebagaimana firman Allah Surat
Al-An’am Ayat 162:
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
Artinya: “Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku
hanya bagi Allah, tuhan semesta alam”.
Imam Al-Ghazali mengatakan tujuan penddikan Islam adalah untuk mencapai
kesempurnaan manusia yang mendekatkan diri kepada Allah dan bertujuan meraih
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Maka dari pada itu, tujuan pendidikan Islam dirumuskan dalam nilai-nilai
filosofis yang termuat dalam filsafat pendidikan Islam. Seperti halnya dasar
pendidikannya, maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan Islam
itu sendiri. Sedanagkan Muhammad Umar Altomi Al-Zaibani yang dikutip oleh
Djalaluddin, mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi
nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak ul karimah. Tujuan ini sama dan
sebangun dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulann yaitu “membimbing
manusia agar berakhlak mulia”.
Maka dengan demikian tujuan pendidikan Islam yang berdasarkan deskripsi di
atas ialah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia terhadap dirinya
sendiri selaku hamba Allah, kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus
meiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya, serta
menanamkan kemampuan manusia untuk menolak, memanfaatkan alam sekitar sebagai
ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia, dan kegiatan ibadahnya
kepada pencipta alam itu sendiri.
Telah kita ketahui, bahwa dasar tujuan pendidikan ditiap-tiap negara itu
tidak selalu tetap sepanjang masa, melainkan sering mengalami perubahan atau
pergantian, sesuai dengan perkembangan zaman. Perumbakan itu biasanya akibat
dari pertentangan pendirian atau ideologi yang ada di dalam masyarakat itu. Hal
ini kerap kali terjadi lebih-lebih di negara yang belum stabil kehidupan
politiknya, karena mereka yang bertentangan itu sadar bahwa pendidikan memegang
peranan penting sebagai generasi bangsa.
Sama halnya dengan tujuan pendidikan di Indonesia juga selalu berubah-rubah,
dikarenakan kondisi dan situasi politiknya tidak stabil. Hal ini dibuktikan
mulai tahun 1946 sampai pada saat sekarang. Dengan demikian tujuan pendidikan
itu tidak berdiri sendiri, melainkan dirumuskan atas dasar hidup bangsa dan
cita-cita negara dimana pendidikan itu dilaksanakan. Sikap hidup itu dilandasi
oleh norma-norma yang berlaku bagi semua warga negara.
Oleh karena itu, sebelum seseorang melaksanakan tugas kependidikannya,
terlebih dahulu harus memahami falsafah negara, supaya norma yang melandasi
hidup bernegara itu tercermin dari tindakannya, agar pendidikan yang diarahkan
kepada pembentukan sikap posisi pada peserta didik hendaknya diperhitungkan
pula bahwa manusia muda (peserta didik) itu tidak hidup tersendiri di dunia ini.
2)
Subjek Pendidikan
a.
Pengertian
Peserta Didik
Peserta didik
merupakan salah satu komponen penting dalam suatu proses pendidikan islam.
Peserta didik artinya orang yang ikut serta dalam proses pendidikan. Orang
tersebut mengambil bagian dalam sistem atau jenis pendidikan tertentu untuk
menumbuhkan dan mengembangkan dirinya.
Ramayulis
mendeskripsikan bahwa peserta didik adalah orang yang berada pada fase
pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis, yang merupakan ciri dari
seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.[5]
Menurut pasal 1
ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[6]
Dengan pendidikan seorang anggota masyarakat dikatakan sebagai peserta didik.
Anggota
masyarakat yang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan, berusaha untuk
menumbuhkan dan mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur-jalur pendidikan. Didalam proses tansformasi yang disebut pendidikan,
peserta didik merupakan “Raw Material”
(bahan mentah). Pada sistem pendidikan, “materil” ini berada dengan yang
diterima oleh komponen-komponen yang lain karena sistem pendidikan menerima
“materil” sudah dalam keadaan setengah jadi, sedangkan komponen-komponen
lainnya masih dapat merumuskan dan menyesuaikan dengan keadaan-keadaan
fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Komponen lainnya masih membutuhkan
prooses-proses terlebih dahulu agar materil
ini benar-benar siap digunakan. Lain halnya dengan sistem pendidiksn, materil
atau peserta didik perlu untuk menumbuhkan yang menyangkut fisik dan
mengembangkan yang menyangkut psikis dalam diri seorang peserta didik.
Dengan berpijak
pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk menyebut
individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. Syaiful
Bahri Djamarah mengatakan bahwa setiap orang yang menerima pengaruh dari orang
lain dalam menjalankan kegiatan
Pendidikan
adalah anak didik.[7]
Peserta didik lebih luass cakupannya
dari pada anak didik. Siswa atau anak didik adalah salah satu
komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar.[8]
Seorang manusia yang menjadi pusat pembelajaran karena memiliki tujuan untuk
dicapainya.
Terdapat pula
istilah yang memberikan arti untuk peserta didik. Dalam istilah tasawuf peserta
didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi,
murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut terminologi murid
adalah pencari hakikat dibawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing
spiritual (mursyid).
Sedangkan thalib
secara bahasa berarti orang yang sedang mencari, sedang menurut istilah tasawuf
adalah penempuh jalan spiritual, serta berusaha keras menempuh untuk mencapai
derajat sufi.[9]
Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah
tingkat dasar dan menengah, untuk perguruan tinggi disebut dengan istilah
mahasiswa. Setiap lembaga-lembaga menyebut istilah peserta didik ini
berbeda-bada. Di dalam keluarga disebut anak kandung, alam kehidupan masyarakat
disebut anak penduduk, serta dalam suatu agama peserta didik menjadi umat
beragama.
b.
Pengertian
Pendidik
Secara
terminologi, pendidikan islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan
pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban
agama, dan kewajiban hamya dipikulkan kepada orang telah dewasa.[10]
Pendidik
berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada
peserta didiknyadalam perkembangan jasmani dan rohannya, agar mencapai tingkat
kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan mmemenuhi tugasnya sebagai hamba dan
khalifah allah SWT. Dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan
sebagai makhluk individu yang mandiri.[11]
Di
indonesia pendidik disebut juga guru, yaitu “orang yang ditiru”. Menurut Hadari
Nawawi, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran disekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja
dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam
membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.[12]
Menurut
Marimba, mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban
sebagai pendidik. Zakiah Dradjat berpendapat bahwa pendidik adalah individu
yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
c.
Macam-macam
Pendidik dalam Ilmu Pendidikan Islam
1. Ditinjau dari leteratur kependidikan Islam, seorang guru atau
pendidik biasa disebut sebagai berikut :
1.
Ustadz, yaitu julukan untuk orang yang mengajar di madrasah atau
pondok pesantren, Ustadz berasal dari bahasa Parsi yang artinya guru[13]. maksudnya seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap
profesinya, ia selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau
cara kerjanya sesuai dengan tuntunan zaman.
2.
Mu’allim, berasal dari kata “ ‘ilm ” yang berarti menangkap
hakekat sesuatu, ini mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut
untuk mampu menjelaskan hakekat dalam pengetahuan yang diajarkannya.
3.
Murabbiy, berasal dari kata “ rabb ”. Tuhan sebagai Rabb al-‘âlamin
dan Rabb al-nâs yakni yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam dan
seisinya termasuk manusia. Dilihat dari pengertian ini maka guru adalah orang
yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus
mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi
dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya.
4.
Mursyid, yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan (Transinternalisasi)
akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya.
5.
Mudarris, berasal dari kata “ darasa - yudarusu - darsan wa
durusan wadirasatun ” yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus,
melatih dan mempelajari. Artinya seorang guru adalah yang berusaha mencerdaskan
peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta
melatih ketrampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.
6.
Muaddib, berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika dan adab.
Artinya seorang guru adalah yang beradab sekalugus memiliki peran dan fungsi
untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas dimasa depan[14].
Sedangkan Menurut
perspektif al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam, pendidik/guru menurut al-Qur’an
secara garis besar ada empat, yaitu :
1.
ALLAH SWT, sebagai Maha
Guru tertinggi Alllah SWT, menginginkan umat manusia menjadi baik dan bahagia
hidup di dunia dan di akhirat. Dengan seluruh sifat yang melekat pada-Nya,
Allah SWT sebagai Maha Guru tertinggi, Ia memiliki pengetahuan yang Maha Luas (al-Ȃlim),
Ia juga sebagai pencipta, memiliki sifat Pemurah; tidak kikir dengan ilmu-Nya,
Maha Tinggi, Penentu, Pembimbing, Penumbuh Prakarsa, Mengetahui kesungguhan
manusia yang beribadah kepada-Nya, mengetahui siapa yang baik dan siapa yang
jahat, menguasai cara-cara atau metode dalam membina umat-Nya antara lain
melalui penegasan, perintah, pemberitahuan, kisah, sumpah, keteladanan,
pembantahan, mengemukakan teka-teki, mengajukan pertanyaan, memperingatkan,
mengutuk dan meminta perhatian. Semua terdapat dalam al-Qur’an Surah al-Alaq,
al-Qalam, al-Muzammil, al-Mudatsir, al-Lahab, al-Taqwir, dan al-A’la.
2.
Nabi Muhammad Saw., dan
nabi-nabi lainnya. Para nabi menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia.
Ajaran yang diterima umat manusia dapat memberi petunjuk mengenai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai guru, nabi melalui pendidikannya kepada
anggota keluarganya yang terdekat, dilanjutkan
kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad
Saw., sebagai seorang guru kepada umatnya, tugasnya dapat dilaksanakan dengan
hasil yang memuaskan, sehingga ajaran Islam melekat dan menjadi tak terpisahkan
dari perilaku dan prikehidupan kaum muslimin sehari-hari. Hal ini tidak dapat
dilepaskan dari metode yang digunakan oleh nabi, yaitu dengan cara menyayangi,
keteladanan yang baik, mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi oleh
umatnya.
3.
Kedua orang tua, al-Qur’an
menyebutkan bahwa orang tua sebagai guru harus memiliki hikmah atau kesadaran
tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada
Allah SWT, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan, memerintahkan
anaknya agar menjalankan shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan, tidak
sombong dan takabur. Tercantum dalam al-Qur’an Surah Lukman ayat 12-19.
4.
Orang lain, informasi
yang amat jelas mengenai hal antara lain terdapat dalam al-Qur’an surah al-Kahfi
ayat 60-82 tentang proses belajar mengajar antara nabi Khaidir as kepada nabi
Musa as. Bahwa dalam proses belajar hendaknya muridnya berlaku sabar dan agar
tidak bertanya sebelum dijelaskan, dan lain-lain. Orang yang keempat inilah
yang selanjutnya disebut guru. Guru sebagai seorang pendidik yang memiliki
tugas amat mulia, baik disisi manusia maupun dalam pandangan Allah SWT dan
Rasul-Nya. Allah menjanjikan pahala surga bagi mereka yang mengamalkan ilmunya
dan mengancamnya dengan api neraka terhadap mereka yang menyembunyikan ilmunya[15].
d.
Tugas dan Kewajiban Guru
Guru memegang peranan
penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran, baik kualitas proses maupun
kualitas lulusan. Oleh sebab itu, seorang guru harus menjalankan tugas dan
kewajibannya agar tercipta peningkatan dalam kualitas pembelajaran.
Tugas dan Kewajiban
seorang guru menurut salah satu Ulama klasik yang disebut sebagai bapak Ilmu
Tasawuf yaitu Imam al Ghazâlî, menurut beliau tugas dan kewajiban guru yaitu
sebagai berikut :
Pertama, Seorang guru harus mencintai muridnya, dan
memperlakukan mereka sebagaimana ia memperlakukan anaknya sendiri.
Kedua, Seorang guru dianjurkan agar tidak memungut bayaran
apapun dari muridnya, dan tidak pula mengharapkan hadiah dari mereka. Seperti
yang dicontohkan oleh Rasulallah Saw.
Ketiga, Seorang guru berkewajiban mengenali sebaik mungkin
latar belakang pengetahuan muridnya dalam bidang kajian tertentu, agar ia dapat
menentukan tingkat pengetahuan yang cocok untuknya.
Keempat, Seorang guru harus mengajarkan pendidikan akhlak
kepada para muridnya karena murid-murid seringkali melakukan hal-hal yang tidak
semestinya mereka lakukan. Saran dan nasihat akan lebih baik daripada
peringatan keras dan sikap positif lebih efektif daripada cacimaki.
Kelima, Seorang guru harus mengembangkan rasa hormat
terhadap ilmu-ilmu diluar ilmu yang ditekuninya, maksudnya tidak boleh
berprasangka terhadap disiplin ilmu lain, apalagi merendahkan nilainya didepan
para murid.
Keenam, Seorang guru haruslah mempertimbangkan daya tangkap
muridnya dan mengajarnya berdasarkan daya tersebut. Maksudnya, seorang guru
disamping harus mengetahui latar belakang pengetahuan muridnya, guru juga
membutuhkan pengetahuan psikologis tentang kecerdasan para muridnya.
Ketujuh, Seorang guru harus memberikan perhatian dan
perlakuan secara khusus terhadap murid yang tertinggal, berbeda dari murid
kebanyakan.
Kedelapan, Seorang guru haruslah menjadi contoh teladan yang
baik (uswah) bagi para muridnya. Maksudnya, Praktek hidupnya mestilah
sesuai dengan apa yang diajarkannya[16].
Imam al-Ghazali juga berpendapat bahwa guru yang dapat
diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya,
juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal
ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan
akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para
muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar,
mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya[17].
Selain tugas dan
kewajiban seorang guru di atas, ada juga tugas guru yang dijelaskan oleh S.
Nasution, terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.
Sebagai orang
yang mengkonsumsi pengetahuan
2.
Guru sebagai
model dan contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran.
Tidak jauh berbeda
dengan apa yang telah dijelaskan oleh S. Nasution tentang tugas guru, ada juga
yang menjelaskan lebih khusus bahwa seorang guru mempunyai peran utama dalam
proses belajar mengajar/pembelajaran yaitu sebagai pelayan belajar, sebagai
model dan sebagai penunjuk arah.
1.
Sebagai pelayan
belajar, tugas utama guru bukanlah mengajar dalam arti menyampaikan konsep,
teori, dan fakta akademik semata kepada peserta didik. Melainkan tugas utama
guru ialah membantu kesulitan belajar peserta didik dalam melakukan proses
pematangan kualitas dirinya. Upaya itu dilakukan melalui proses pengajaran,
bimbingan, penyuluhan, penerangan, latihan, dan atau pendekatan lainnya yang
memungkinkan peserta didik melakukan proses pematangan kualitas diri dan
kepribadian unggul.
2.
Sebagai model,
guru harus tampil menarik dihadapan para peserta didiknya. Guru harus mampu
memerankan model belajar yang baik, model manusia yang berkualitas dan
berkepribadian unggul. Sebagai model, dalam kondisi apapun, guru harus menjadi
teladan bagi siapapun khususnya teladan bagi para peserta didik, atau paling
tidak menjadi teladan bagi dirinya sendiri. Hilangnya teladan dalam proses
pendidikan menggambarkan hilangnya roh belajar.
3.
Sebagai penunjuk
arah, guru harus lebih tahu dan lebih menguasai konsep, fakta ilmiah, dan
teori-teori ilmu pengetahuan yang digelutinya. Hal itu akan menjadikan guru
sebagai kamus berjalan. Sebagai petunjuk arah, guru harus mampu mengantarkan
peserta didik pada titik yang tepat. Kapan, dengan cara apa, dan bagaimana guru
menempatkan peserta didik secara tepat sesuai dengan bakat, kemampuan,
karakteristik, dan kebutuhannya. Dengan demikian guru dituntut mampu mengambil
keputusan pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan dalam urusan yang
tepat[19].
Kewajiban yang dimiliki
guru menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 40
ayat 2, yaitu :
a)
Menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
b)
Mempunyai
komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c)
Memberi teladan
dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya[20].
PENUTUP
Kesimpulan
Subjek pendidikan dalam
islam benar-benar diperhatikan keberadaannya. Terlihat betapa selektifnya islam
dalam menentukan mana yang pantas dikataka sebagai pendidik dan mana yang
tidak.
Subjek pendidikan
atan pendidik yang pertama adalah orang yang ada dirumah tangga (orang tua atau
Wali), yang kedua adalah diluar rumah seperti guru, dose, masyarakat dan
lain-lain. Untuk mencapai hasil yang maksimal, si pendidik harus memenusi
syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Kata “pendidik”
itu meliputi semua orang yang memberi pendidikan, seperti guru, ustadz, kiyai,
pengajar dan orang tua. Seorang pendidik adalah teladan bagi generasi
dizamannya. Ia memegang peranan penting dalam perkembangan suatu masyarakat.
Oleh karenanya, jika ia dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengajar, ikhlas
dalam melaksanakan tugas, dan mengarahkan anak didiknya kepada pendidikan agama
serta perilaku yang baik, maka ia akan mendapat keberuntungan baik didunia
maupun diakhirat.
Pesan dan anjuran paling mendasar bagi pendiik sukses:
1)
Menjauhi
kemusrikan
2)
Menghormati
orang tua
3)
Mendirikan
shalat
4)
Beramar makhruf
nahi munkar
5)
Menghindari
sombong dan angkuh
6)
Berjalan dan
bersuara secara wajar
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujid, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Dedy Mulyasana,
Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing,
(Bandung: Remaja Rosadakarya, 2011).
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Didaktik/Metodik Umum, (Jakarta: 1995).
Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan
Pendidikan Al-Ghazali, (Yogyakarta: Tiara Wacan,1999).
Hera Lestari Mikarsa,
Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2007).
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990).
Muhaimin, Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: PSAPM,2003).
Muhammad Fadhil Aljamali, Tarbiyah Al-insani Aljadid.
Muhammad Nur
Ali, “Kamus Agama Islam”, (Cirebon:
Annizam, 2004).
Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung:
Prospect, 2008)
Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, makalah, STAIN
Batusangkar 2000.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
(Cet. VI;Jakarta:Kalam Mulia, 2008).
Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
& Menengah dalam teori, konsep dan analisis,.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik Dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).
[1] Hera Lestari
Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD,
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) h. 1.2
[2] Murip Yahya, Pengantar
Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008) h. 84
[3] Saeful Bahri, Profil
Guru Ideal, http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/18296/4/, diakses pada tanggal 19 Januari 2013
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Cet. VI;Jakarta:Kalam Mulia, 2008). Hal.77).
[6] Pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 thn
2003
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).
Hal.51).
[9] Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990).hal.109.
[10] Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, makalah, STAIN
Batusangkar 2000. Hal.7
[11] Abdul Mujid, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, 2006.
Hal.88
[12] Muhammad Fadhil Aljamali, Tarbiyah Al-insani Aljadid. Hal.74
[15] Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
& Menengah dalam teori, konsep dan analisis, h. 2-3
[16] Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan
Pendidikan Al-Ghazali, (Yogyakarta: Tiara Wacan,1999) h. 104-111
[17]Imam Tabroni
el-Khalimi, “Proposal Tesis”,
http://imam-tabroni.blogspot.com/2012/07/prposal-tesis.html, di akses pada
tanggal 5 Mei 2013
[18] Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
& Menengah dalam teori, konsep dan analisis, h. 3
[19] Dedy
Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya
Saing, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2011) h. 44-45
[20] Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, h. 131
Tidak ada komentar:
Posting Komentar