A. Sejarah
Lahirnya Persatuan Islam (Persis)
Persis adalah salah satu Organisasi Muslim Indonesia yang
didirikan pada tahun 1923 di Bandung. Tokoh awal yang paling dikenal adalah
Ahmad Hassan atau Hassan Bangil. Gagasan dasar gerakan Persis ini sebenarnya
tidak beda dari gerakan pembaharu Islam lainnya seperti Muhammadiyah, ataupun
Wahhabiyah yang di indonesia mengambil bentuknya sebagai Salafy. Umat Islam
mengalami kemunduran hampir di semua bidang dirasakan sebagai akibat dari
ketidakmurnian pemahaman dan pelaksanaan Quran. Gerakan pembaharu hadir untuk
mengembalikan Umat pada kemurnian ajaran Islam tanpa ditambahi atau tercampur
ajaran lain yang bertentangan dengan Quran dan sunnah Nabi.[1]
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas
sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru
dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari
kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir),
terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat,
bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat
Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan
cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan
“reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi
masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan Islam.[2]
Ide untuk mendirikan Persis bermula dari seorang alumnus Dâr
al-‘Ulûm Mekkah bernama H. Zamzam yang sejak tahun 1910-1912 menjadi guru
agama di sekolah agama Dâr al-Muta'alimîn. Ia bersama teman dekatnya, H.
Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang,
yang di masa mudanya memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan
menguasai bahasa Arab, sehingga ia mampu autodidak melalui kitab-kitab yang
jadi perhatiannya. Latar belakang pendidikan dan kultur yang sama ini,
menyatukan mereka dalam diskusi-diskusi tentang keislaman. Tema diskusi biasanya
mengenai beberapa masalah di sekitar gerakan keagamaan yang tengah berkembang
saat itu, atau masalah agama yang dimuat dalam majalah al-Munîr terbitan Padang
dan majalah al-Manâr terbitan Mesir, yang telah lama menjadi bacaan dan
perhatian mereka.[3]
Lahirnya Persis terbentuk dari suatu
kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh
H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah,
berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat
kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan
karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923,
bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi
mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis
ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad,
berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai
dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam,
persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Falsafah ini diilhami oleh firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat
103 yang berbunyi :
(#qßJÅÁtGôã$#ur
È@ö7pt¿2
«!$#
$YèÏJy_
wur
(#qè%§xÿs?
4
…….
“Dan berpegang teguhlah kamu
sekalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai
berai”.
Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi,
“Kekuatan Allah itu bersama
al-jama’ah”.[4]
B.
Arah dan Pergerakan PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis
ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai
macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum,
tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren),
menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan
lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam
segala aspek kehidupan.[5]
Organsisasi
PERSIS, di awal berdirinya sudah menampakkan perbedaan coraknya dengan kelompok
pergerakan lainnya, dan berdirinya PERSIS dititikberatkan pada pembentukan
faham keagamaan, sedangkan kelompok-kelompok pergerakan yang telah
diorganisasikan, misalnya Budi Utomo, yang didirikan pada tahun1908,
pergerakannya dengan menitikberatkan pada bidang pendidikan bagi orang-orang
pribumi (khususnya orang-orang jawa), sementara itu, Syarikat Islam yang
didirikan pada tahun 1912, organisasi ini bergerak dalam bidang perdagangan dan
politik, dan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912, gerakan organisasi ini
dikhususkan bagi kesejahteraan sosial masyarakat muslim dan kegiatan pendidikan
keagamaan.
PERSIS juga tidak banyak menekankan
pengembangan jumlah anggotanya, tetapi PERSIS masih tetap sebuah organisasi
yang relatif kecil dengan struktur yang longgar. sedangkan popularitas PERSIS
dapat dirasakan dibeberapa tempat, dan hal ini nampaknya terlihat pada bidang
pendidikan agama yang ditawarkannya, masjid-masjid, sikapnya yang jelas
terhadap isu-isu controversial, serta pada kontak social dan perhelatan yang
diorganisasikan oleh para aktifisnya melalui berbagai macam pertemuan,
pengajian dan perdebatan, karena itu reputasi PERSIS tidak banyak bergantung
pada prestasi-prestasi organisasionalnya, akan tetapi lebih karena kemampuannya
dalam menciptakan sebuah kesetiakawanan, sebuah ciri khas, sebuah pandangan,
sebuah idiologi yang memandang Islam sebagai inti kehidupan, dengan
menggantungkan secara langsung segala macam persoalan pada pendirian itu.
Dalam perkembangan selanjutnya perjuangan
PERSIS memiliki dua macam, yaitu: pertama: perjuangan kedalam, yang secara
aktif membersihkan Islam dari faham-faham yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan
Hadits , terutama yang menyangkut masalah akidah dan ibadah serta menyeru ummat
Islam supaya berjuang atas dasar al-Qur’an dan Sunnah . kedua: perjuangan
keluar, yang secara aktif menentang dan melawan setiap aliran dan gerakan anti
Islam yang hendak merusak dan menghancurkan Islam di Indonesia, karena itulah
segala aktifitas dan perjuangannya ditekankan pada usaha menyiarkan,
menyebarkan dan menegakkan faham al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, usaha
mengembangkan organisasi tidak mendapat perhatian yang wajar, disamping tidak
diniatkan, dan PERSIS hanya mencari kwalitas bukan kwantitas, PERSIS mencari
isi bukan mencari jumlah.[6]
D. Visi
Misi Dan Tujuan PERSIS
1.
Visi : terwujudnya al-Jamaah sesuai
tuntutan Alquran dan Sunah.
2.
Misi: 1). mengembalikan umat
kepada Alquran dan Sunah. 2). menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan
tajdid. 3). mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid. 4). meningkatkan
kesejahteraan umat.[7]
3.
Tujuan: Terlaksananya syariat Islam
berlandaskan Alquran dan Sunah secara kâffat dalam segala aspek
kehidupan.[8]
E. Peran
PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis
ditujukan terutama pada penyebaran faham Alquran dan sunah. Hal ini
dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan
pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian
sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab,
serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.[9]
Dalam
bidang pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah
bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland
Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam
(Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara
resmi didirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di Bandung.
Dalam bidang penerbitan (publikasi), Persis banyak
menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah,[10] di
antaranya majalah Pembela Islam (1929), Al-Fatwa (1931), Al-Lissan (1935), At-Taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Aliran Islam (1948), Risalah (1962), Pemuda Persis Tamaddun (1970), majalah berbahasa Sunda Iber (1967), dan berbagai majalah
ataupun siaran publikasi yang diterbitkan oleh cabang-cabang Persis di berbagai
tempat. Beberapa
di antara majalah tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi.
Melalui
penerbitan inilah, Persis menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah
dan tajdid. Bahkan, tak jarang di antara para dai ataupun organisasi-organisasi
keislaman lainnya menjadikan buku-buku dan majalah-majalah terbitan Persis ini
sebagai bahan referensi mereka.
Gerakan
dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui serangkaian kegiatan khutbah
dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan
Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang, undangan dari organisasi Islam lainnya,
maupun atas permintaan masyarakat luas.
Pada
masa Ahmad Hassan, guru utama Persis, kegiatan tabligh yang digelar Persis
tidak hanya bersifat ceramah, tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan
tentang berbagai masalah keagamaan. Misalnya, perdebatan Persis dengan
Al-Ittihadul Islam di Sukabumi pada 1932, kelompok Ahmadiyah (1933), Nahdlatul
Ulama (1936), kelompok Kristen, kalangan nasionalis, bahkan polemik yang
berkepanjangan antara Ahmad Hassan dan Ir Soekarno tentang paham kebangsaan.
Sepeninggal Ahmad Hassan, aktivitas
dakwah dengan perdebatan ini mulai jarang dilakukan. Persis tampaknya lebih
menonjolkan sikap low profile sambil
tetap melakukan edukasi untuk menanamkan semangat keislaman yang benar. Namun,
bukan berarti tidak siap untuk berdiskusi dengan kelompok yang memiliki
pandangan berbeda dalam satu bidang tertentu. Jika dibutuhkan, Persis siap
melakukan gebrakan yang bersifat shock
therapy.
Di
pengujung abad ke-20, aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain. Orientasi
Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan umat. Mulai
dari bidang pendidikan (tingkat dasar hingga pendidikan tinggi), dakwah,
bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Dalam
perkembangannya, sejak tahun 1963, Persis mengoordinasi pesantren-pesantren dan
lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di cabang-cabang Persis. Hingga
Muktamar II di Jakarta tahun 1995, Persis tercatat telah memiliki 436 unit
pesantren dari berbagai tingkatan.
Selain
itu, Persis pun menyelenggarakan bimbingan jamaah haji dan umrah dalam kelompok
Qornul Manazil, mendirikan beberapa bank Islam skala kecil (Bank Perkreditan
Rakyat / BPR), mengembangkan perguruan tinggi, mendirikan rumah yatim dan rumah
sakit Islam, membangun masjid, seminar, serta lainnya.[11]
Dalam
bidang organisasi, Persis membentuk Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi
dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini difungsikan untuk meneliti
masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum,[12] dan
sebagai Dewan Peneliti Hukum Islam sekaligus sebagai pengawas pelaksanaannya di
kalangan anggota Persatuan Islam,[13] dan
bertanggungjawab kepada Allah SWT dalam setiap kinerja dan keputusan-keputusan
hukum yang difatwakannya.
F. Usaha-usaha
pendidikan PERSIS
Organisasi ini tidak kalah dengan
organisasi-organisasi lain yang selalu memperhatikan pendidikan. Persis
melaksanakan berbagai macam kegiatan pendidikan seperti halnya tabligh dan
publikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih generasi muda Islam untuk
selalu giat dalam mengembangkan ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan
tersebut.
Dalam bidang pendidikan Persis
mendirikan sebuah madrasah yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari
anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima
anak-anak lain. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang dewasa
mulanya juga dibatasi pada anggota-anggotanya. Hassan dan Zam-Zam mengajar pada
kursus-kursus ini yang terutama membahas soal-soal iman serta ibadah dengan
menolak segala kegiatan bid’ah. Masalah-masalah yang sangat menarik masyarakat
pada waktu itu seperti poligami dan nasionalisme juga dibicarakan.[14]
Kursus-kursus tersebut disediakan
untuk anak-anak muda yang telah menempuh sekolah menengah pemerintah dan
memiliki minat untuk mendalami agama Islam dengan maksimal. Jadi Kursus-kursus
keagamaan tersebut tidak dikhususkan bagi para anggota Persatuan Islam, tetapi
juga untuk semua masyarakat yang ingin mendalami agama Islam. Didalam
Kursus-kursus tersebut terdapat guru-guru yang professional. Diantaranya adalah
Hassan. Didalam mengajar, Hassan memperoleh banyak manfaat terutama dalam hal
pendalaman pengetahuan agama Islam dan penggalian terhadap sumber-sumber ajaran
Islam.
Sebuah kegiatan lain yang penting
dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini adalah lembaga pendidikan Islam
sebuah proyek yang dilancarkan oleh Nasir, dan terdiri dari beberapa
sekolah yaitu: taman kanak-kanak, HIS (keduanya tahun 1930), sekolah Mulo
(1931) dan sebuah sekolah guru (1932).[15]
HIS merupakan lembaga untuk
memperoleh pendidikan barat khususnya memperlajari bahasa Belanda sebagai kunci
untuk pendidikan lanjutan, pintu kebudayaan barat, dan syarat untuk memperoleh
pekerjaan. Bahasa Belanda memberikan prestise dan memasukkan seseorang kedalam
golongan intelektual dan elit.[16]
Kursus Mulo dimaksud sebagai sekolah
rendah dengan program yang diperluas dan bukan sebagai sekolah menengah.
Sebagai guru diangkat mereka yang memiliki ijazah HA (Hoofdacte, kepala
sekolah) atau diploma untuk pelajaran tertentu.[17]
Keinginan Nasir untuk mendirikan
berbagai sekolah ini dipicu oleh berbagai macam tuntutan dari
berbagai pihak. Selain itu timbulnya keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai
lembaga pendidikan adalah karena ia melihat ada beberapa sekolah di Bandung
yang tidak memberikan pelajaran agama pada siswanya. Adapun murid-murid yang
masuk kedalam lembaga pendidikan yang didirikan oleh organisasi Persis ini pada
umumnya adalah anak-anak disekitarnya, tetapi beberapa diantara mereka ada yang
berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Sumatra. Bagi para siswa yang
telah lulus studinya mereka diperbolehkan untuk kembali ke tempat asal mereka
masing-masing untuk membuka sekolah baru atau bergabung dengan sekolah yang ada
di daerahnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis
mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis) di Bandung pada bulan
Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk
menyebarkan agama. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil Jawa Timur ketika Hassan
pindah kesana dengan membawa 25 dari 40 siswa dari Bandung. [18]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk diterima di sekolah ini meliputi: umur 18 tahun, kesehatan yang baik,
kemampuan untuk membaca dan menulis Arab dan latin, pengetahuan membaca
al-Qur’an, bersumpah bahwa kalau akan menjadi guru mereka akan menjadi guru
atau propagandis “Persatuan Islam”, dan akan berikhtiar mendirikan
cabang-cabang Persatuan Islam. Mereka juga harus menjaga disiplin yang ketat
dan wajib mengerjakan perintah agama, menjauhkan segala larangan, menjauhi
kegiatan merokok di dalam pesantren, bersih badan dan pakaian, menjaga
kesopanan dan adab-adab Islam, menjaga kesopanan adat yang tidak dilarang oleh
agama serta selalu menjaga syari’at Islam.
Organisasi Persis ini sangat gemar
dengan perdebatan-perdebatan hal ini berlainan dengan Muhamadiyah, yang mana
dalam penyebaran pemikiran-pemikirannya dilakukan secara damai. Didalam Persis
para anggotanya selalu siap untuk menantang orang-orang yang tidak menyetujui
pemikiran mereka. Hal ini tentunya menunjukkan berbagai dalih yang kuat yang
mereka ajukan kepada lawan debat.
Salah satu bentuk tantangan dari
Persis adalah berbagai ungkapan yang dicerminkan dalam publikasinya melalui
majalah Pembela Islam. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan ajaran-ajaran
Islam yang dikecam oleh berbagai pihak. Selain itu terdapat tujuan lain yaitu
untuk meyebarkan pemikiran-pemikiran Persis. Hasil publikasi itu tentunya
dibaca oleh masyarakat luas bahkan anggota-anggota organisai lain baik di jawa
maupun luar jawa. Hassan juga mendirikan sebuah percetakan untuk majalah yang
berbahasa Indonesia dengan tulisan jawa. Majalah-majalah yang diterbitkan
membicarakan masalah-masalah agama tanpa adanya pertentangan dari pihak-pihak
non-Islam. Nama-nama majalah itu antara lain al-Fatwa, al-Taqwa, al-Lisan dan
majalah Sual jawab.
Itulah diantara beberapa usaha
pendidikan yang dilakukan oleh organisasi Persatuan Islam. Tentunya masih
banyak lagi keterangan tentang usaha pendidikan Islam oleh organisasi ini yang
dimuat didalam buku-buku tentang sejarah pendidikan Islam.
[1] http://wiseislam.blogspot.com/2010/12/persis-persatuan-islam-ahli-bidah.html, diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.
[2] http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-islam/, diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.
[3] http://www.persatuanislam.or.id/home/front/detail/profile/sejarah-singkat, diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.
[4]
Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS), “Profil Jam’iyyah Persatuan
Islam (Persis)”, h. 2-3.
[5]
Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS), “Profil Jam’iyyah Persatuan
Islam (Persis)”, h. 3.
[7] Qanun Asasi-
Qanun Dakhili, “Penjelasan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Pedoman Kerja
Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam”, Bandung: PERSIS PRESS.
2005, h. 25.
[8] Qanun Asasi-
Qanun Dakhili, “Penjelasan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Pedoman Kerja
Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam”, h. 7
[12] Qanun Asasi - Qanun Dakhili, Penjelasan Qanun Asasi-Qanun
Dakhili, (PERSIS:
Pedoman Kerja, Program Jihad 2005-2010), Persatuan Islam. Bab: VIII, Tentang
Dewan Hisbah, pasal 48, tentang Tugas dan Fungsi, pada ayat 1 dan 2, disebutkan
bahwa: Dewan Hisbah merupakan Dewan pertimbangan, pengkajian shara’
dan fatwa dalam Jam’iyyah. Dewan Hisbah berkewajiban melakukan pengkajian
shara’ atas berbagai persoalan yang berkembang.
[13] Ibid, psl: 51, ayat
1, dan 2, tentang kewajiban, bahwa Dewan Hisbah berkewajiban meneliti
hukum-hukum Islam. Dan Dewan Hisbah berkewajiban merespon segala persoalan
masarakat yang berkaitan dengan fatwa hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar