A.
Konsep Belajar
1. Pengertian Belajar
Pengertian
belajar dapat dilihat secara mikro maupun makro, Belajar dalam pengertian luas
dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi
seutuhnya. Sedangkan dalam pengertian sempit, belajar adalah usaha penguasaan
materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya[1].
Mengenai
belajar, hampir semua ahli telah merumuskan dan membuat tafsirannya. Seringkali
perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Tetapi pada intinya
mempunyai prinsip tujuan belajar yang sama yaitu perubahan tingkah laku.
Adapun
beberapa pengertian belajar yang telah dirumuskan dan ditafsirkan, yaitu
sebagai berikut:
1.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman. Maksudnya, belajar merupakan proses, suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingatkan, akan tetapi
lebih luas dari itu,yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguaaan hasil
latihan melainkan pengubahan kelakuan.
2.
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan. Maksudnya, menitik beratkan pada
interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam interaksi inilah terjadi
serangkaian pengalaman-pengalaman belajar[2].
3.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru dan lain sebagainya[3].
2. Pengertian Mengajar
Membahas
tentang mengajar tidak bisa dilepaskan dari belajar, pada dasarnya mengajar
merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang
mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Jika dapat
dikatakan, belajar adalah milik peserta didik maka mengajar adalah sebagai
kegiatan guru[4].
Dapat
didefinisikan, Mengajar adalah suatu proses yang kompleks yang tidak hanya
sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun
tindakan harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar lebih baik
pada seluruh siswa[5].
Tentang
mengajar terdapat beberapa pendapat yang dipandang sebagai pendapat yang lebih
menonjol, adapun pengertian mengajar tersebut, yaitu:
1.
Mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada peserta
didik atau murid di sekolah.
2.
Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi
muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
3.
Mengajar merupakan usaha mengorganisasi lingkungan sehingga
menciptakan kondisi belajar bagi siswa.
4.
Mengajar atau mendidik yaitu memberikan bimbingan belajar
kepada peserta didik atau murid.
5.
Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk
menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat.
6.
Mengajar ialah suatu proses membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari[6].
3. Proses Belajar Mengajar
Jika
sedang terjadi proses belajar, maka bersamaan itu pula terjadi proses mengajar.
Hal ini kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu
ada yang mengajar, dan begitu pula sebaliknya kalau ada yang mengajar tentu ada
yang belajar. Sebenarnya, terjadinya proses belajar mengajar/ saling
berinteraksi itu suatu kondisi yang unik, Karena secara sengaja atau tidak
sengaja, masing-masing pihak berada dalam suasana belajar, jadi guru walaupun
dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan
belajar[7].
Secara
mendalam dapat ditelusuri bahwa proses belajar mengajar yang merupakan inti
dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara
berbagai komponen pengajaran, diantara komponen itu dapat dikelompokan ke dalam
tiga katagori utama, yaitu : Guru, Materi Pelajaran, dan Peserta didik[8].
Sebagaimana masing-masingnya telah dijelaskan diatas.
Menilik
lebih dalam lagi, setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses
belajar-mengajar, baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak
disadari. Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang
pada umumnya disebut hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran
atau hasil belajar. Tetapi agar memperoleh hasil yang optimal, proses belajar
mengajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisasi secara
baik[9].
Proses
belajar mengajar, didalamnya guru
sebagai pengajar dan siswa sebagai subjek belajar, dituntut adanya profil
kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, sikap dan tata nilai serta
sifat-sifat pribadi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan
efesien[10].
Proses
belajar mengajar sama halnya dengan pembelajaran yang berorientasi pada hal-hal
dibawah ini, diantaranya :
1.
Membantu menumbuhkan nilai-nilai kebaikan, kejujuran,
keadilan, kecerdasan, dan akhlak mulia dikalangan peserta didik
2.
Membentuk mental unggul dan mental juara. Guru berupaya
mendorong para peserta didik memiliki mental juara/mental yang unggul. Yakinkan
para peserta didik bahwa semua orang mempunyai potensi besar untuk menjadi yang
terbaik, tapi potensi itu tidak berkembang karena terhalang oleh sikap malas,
tidak percaya diri, dan sikap penakut.
3.
Meningkatkan kualitas logika, akhlak, dan keimanan secara
seimbang sehingga terbentuk kepribadian Islam yang kaafah, yakni yang
menjadikan islam secara utuh dan total dalam arti menjadikan islam bukan
sekedar urusan sholat dan shaum saja tapi menyatu dengan seluruh praktek
kehidupan di mana pun mereka berada, baik di rumah, sekolah, maupun
tempat-tempat lainnya.
4.
Membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan,
ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, ketidakadilan,
dan dari buruknya hati, akhlak, dan keimanan.
5.
Melatih daya ingat. Melatih daya ingat bukan saja dapat
“mengobati” penyakit lupa tapi juga akan meningkatkan kemampuan, ketajaman, dan
kecepatan berpikir.
6.
Berorientasi pada manfaat praktis bagi peserta didik.
7.
Mempersiapkan masa depan peserta didik yang lebih
berkualitas, mandiri, berkpribadian, dan berdaya saing.
8.
Meningkatkan kemajuan iptek, modernisasi, dan
industrialisasi sehingga dengan itu peserta didik dapat menggali dan
memberdayakan kehidupan dunia secara efektif dan optimal[11].
Selain
orientasinya, pembelajaran memiliki fokus yang diarahkan pada hal-hal berikut,
diantaranya :
1)
Membantu kesulitan belajar peserta didik sehingga mereka
dapat belajar dengan sendirinya. Dengan demikian mereka memahami apa yang harus
dilakukan, kapan belajar itu dilakukan, dengan cara apa, dan bagaimana
melakukan belajar dengan baik.
2)
Membantu menumbuhkan motivasi, semangat, kepercayaan
diri, disiplin, dan tanggung jawabnya di kalangan para peserta didik dalam
meningkatkan kualitas diri.
3)
Menumbuhkan budaya catat dan budaya baca secara baik pada
para peserta didik.
4)
Proses belajar mengajar/pembelajaran disesuaikan dengan
irama dan gaya belajar peserta didik. Guru tidak memaksakan pada suatu gaya
tertentu mengikuti gaya dan pola secara seragam.
5)
Menata lingkungan pembelajaran menjadi lingkungan yang
nyaman, tidak menjenuhkan, dan tidak membosanan.
6)
Menumbuhkan kreativitas dan rasa ingin tahu dikalangan
para peserta didik.
7)
Menumbuhkan budaya baca dan budaya catat. Meski demikian
proses pembelajaran tidak menekankan pada menghafal fakta.
8)
Proses pembelajaran menekankan pada kemampuan berpikir
kritis dan sistematis. Materinya diarahkan pada pencarian dan penemuan konsep
dan teori baru dengan cara mengkonstruksikan makna dibalik materi ajar.
9)
Dalam proses pembelajaran, para peserta didik dirangsang
untuk bertanya dan siap menjawab pertanyaan dari guru atau dari sesama teman.
10)
Guru melakukan penilaian riil terhadap kemampuan dan
perkembangan belajar peserta didik, apakah pengalaman belajarnya berpengaruh
secara positif terhadap proses pematangan kualitas dirinya atau tidak[12].
Menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, suatu proses belajar mengajar dapat
dikatakan efektif dan bermakna apabila memberikan keberhasilan dan kepuasan
baik bagi peserta didik maupun guru. Kepuasan yang dirasakan oleh seorang guru
apabila telah melaksanankan tugas mengajar dengan baik dan peserta didiknya
belajar dengan kesungguhan hati serta kesadaran diri yang tinggi. Semua itu
hanya akan dicapai apabila guru memiliki sikap dan kemampuan dasar profesional
yang memadai untuk mengelola proses belajar mengajar yang efektif[13].
B.
Konsep Pembelajaran
1.
Pengertian Pembelajaran Menurut Beberapa Pakar
Kamus Besar
Bahasa Indonesia mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang
berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut,
sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau
mahluk hidup belajar. Menurut Kimble dan Garmecy dalam Pringgawidagda,
pembalajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan
hasil praktik yang diulang-ulang. Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek
belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah
siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegitan pembelajaran.
Selain itu,
Rombepajung juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata
pelajaran atau suatu keterampilan melalui mata pelajaran, pengalaman atau
pengajaran. Pembelajaran membutuhkan sebuah proses yang didasari yang cenderung
bersifat permanen dan mengubah perilaku. Pada proses tersebut terjadi
pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan kognitif.
Selanjutnya, keterampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada keaktifan
siswa dalam merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada diri siswa ataupun lingkungannya[14].
2.
Arti tujuan pembelajaran
Banyak
pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan pembelajaran,
yang satu memiliki kesamaan di samping ada perbedaan sesuai dengan sudut
pandang garapannya. Robert F.Mager misalnya memberikan pengertian tujuan
pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada
kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Pengertian kedua dikemukakan oleh
Edwar L Dejnozka dan David E Kapel, juga Kemp yang memandang bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta
yang konkrit serta dapat dilihat dan fakta yang samar. Definisi ketiga
dikemukakan oleh Fred Percival dan Henryy Ellington yakni tujuan pembelajaran
adalah suatu pernyataan yang jelas dan mewujudkan penampilan atau keterampilan
siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar[15].
3.
Landasan pembelajaran
Pembelajaran
dikondisikan agar mampu mendorong kreatifitas anak secara kesuluruhan, membuat
siswa aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam
kondisi menyenangkan. Oleh sebab itu, Muhandar berpendapat bahwa setiap
pengajar harus berkeyakinan:
1.
Belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan.
2.
Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik.
3.
Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong
untuk mendapat pengalaman, gagasan, minat, bahan mereka di kelas. Mereka
dimungkinkan untuk membicara bersama dengan guru tujuan bekerja/belajar setiap
hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan bagaimana tercapainya tujuan
pemebelajaran tersebut.
4.
Anak perlu merasa nyaman di kelas, dan dirangsang untuk selalu
belajar. Hendaknya tidak ada tekakanan dan tegangan.
5.
Anak harus mempunyai rasa memiliki kebanggaan di dalam kelas. Hal
ini dapat dilakukan misalnya dengan memajang (display) hasil karya
(portopolio) mereka di kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan
belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah.
6.
Guru merupakan narasumber (fasilitator, mediator) bukan polisi atau
dewa. Anak harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman dekat dengan
guru. Anak bukanlah robot, karena robot kecil tidak akan belajar, dan juga
tidak kreatif.
7.
Guru memang harus kompeten, tetapi tidak perlu sempurna.
8.
Anak perlu merasa bebas mendiskusikan masalah secara terbuka baik
dengan guru maupun dengan sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka dan mereka
berbagi tangungjawab untuk mengaturnya.
9.
Kerjasama bernilai lebih daripada kompetisi, walau pada akhirnya
mereka harus bertanggungajawab secara pribadi.
10.
Pengalaman belajar (learning experience) hendakanya dekat
dan berasal dari pengalaman yang diperoleh dari dunia nyata (real world).
Pembelajaran
efektif hanya mungkin terjadi jika didukung guru yang efektif. Pakar pendidikan
Gillbert H.Hunt dalam bukunya effective teaching, menyebutkan ada tujuh
kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pembelajaran efektif,
yaitu:
1)
Sifat, guru harus memiliki sifat antusias , memberi rangsangan,
mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan pekerja keras,
toleran, sopan, dan bijaksana, dapat dipercaya, fleksibel dan dapat
menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggungjawab pada
kegiatan belajar.
2)
Pengetahuan, memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran
yang diampunya, dan terus menerus perkembangan dalam bidang ilmunya.
3)
Apa yang disampaikan, mampu memberikan jaminan bahwa materi yang
disampaikannya mencakup semua unit bahasan, semua kompetensi dasar yang
diharapkan siswa secar maksimal.
4)
Bagaimana mengajar, mampu mejelaskan berbagai informasi secara
jelas dan terang, memberikan layanan yang variatif (menerapkan metode mengajar
secara bervariasi), menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok
kecil secara efektif, mendorong siswa untuk berpartisipasi, memonitor bahkan
sering mendekati siswa, mampu mengambil keuntungan dari kejadian-kejadian yang
tidak teduga.
5)
Harapan, mampu memberikan harapan kepada siswa, mampu membuat siswa
akuntabel, dan mendorong partisipasi orang tua, dalam memajukan kemampuan
akademik siswanya.
6)
Reaksi guru tehadap siswa, mampu menerima berbagai masukan, resiko,
tantangan, selalu memberikan dukungan kepada siswanya, konsisten dalam
kesepakatan-kesepakatan dengan siswa.
7)
Manajeman, mampu menunjukan keahlian dalam perencanaan, memiliki
kemampuan mengorganisasikan kelas sejak hari pertama bertugas, cepat memulai
kelas, melewati masa transisi dengan
baik, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efesien dan
konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, memiliki teknik untuk mengotrol
kelas, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, jika perlu memberi
hukuman dalam bentuk hukuman paling ringan.
4.
Kondisi ideal pembelajaran
Pembelajaran
yang baik sudah tentu harus memiliki tujuan. Banyak tujuan pembelajaran yang
dirumuskan oleh para ahli. Semuanya menuju idealisasi pembelajaran. Guru yang
profesional harus mampu mewujudkan atau paling tidak mendekati pembelajaran
yang ideal. Tujuan pembelajaran yang ideal adalah agar murid mampu mewujudkan
perilaku belajar yang efektif, diantaranya seperti yang dinyatakan oleh Ian
James Mitchell dalam disertasinya yang diujikan di Monash University, Melbourne
berjudul Teaching for Quality Learning, sebagai berikut:
1)
Perhatian siswa yang aktif dan terfokus kepada pembelajaran.
2)
Berupaya menyelesaikan tugas dengan benar.
3)
Siswa mampu menjelaskan hasil belajarnya.
4)
Siswa difasilitasi untuk berani menyatakan kepada guru tentang apa-apa
yang belum dipahami.
5)
Siswa berani menyatakan ketidaksetujuan.
6)
Siswa dimotivasi untuk berani meminta informasi yang relevan dengan
topic bahasan lebih lanjut.
7)
Setelah selesai mengerjakan suatu tugas, siswa terbiasa melakukan
cek terhadap ahsil kerja, jika mempunyai kesalahan segara memperbaiki
kesalahannya.
8)
Dalam mencoba menyelesiakan masalah siswa dibiasakan mengambil
sebagai contoh pengalaman pribadi atau kehidupan nyata maupun anekdot.
9)
Siswa dibiasakan bertanya dengan pertanyaan yang mencerminkan keingintahuan.
10)
Siswa dimotivasi untuk mengembangkan isu yang muncul di kelas.
11)
Siswa dibiasakan membentuk atau memengembangkan kaitan antara topik
dan subjek yang berbeda atau antara kehidupan nyata dengan tugas-tugas sekolah.
12)
Bila mengahdapi jalan buntu, siswa difasilitasi untuk mengacu hasil kerja terdahulu sebelum meminta bantuan
kepada orang lain.
13)
Doronglah siswa agar mampu berinisiatif mewujudkan sejumlah
kegiatan yang relevan.
14)
Fasilitasi agar mampu terbentuk sebagai pribadi yang tabah, tahan
uji, tangguh, tidak mudah menyerah.
15)
Siswa diakomodasi untuk mampu bekerjasama dengan selayaknya (bukan
dalam ujian).
16)
Tawarkan kepada siswa gagasan alternative atau pemahaman baru.
17)
Pertimbangan semua gagasan alternative pemecahan masalah.
18)
Lihatlah kemungkinan untuk memperluas pemahaman.
Sementara itu
para kontrukstivis menyampaikan sejumlah kriteria agar pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif antara lain:
1)
Harus diciptakan situasi yang menyenangkan.
2)
Belajar yang menarik perhatian siswa (enggeded learning)
adalah menyenangkan karena menantang, relevan, mengarah tujuan, serta didukung
dengan metode yang memungkinkan tercapainya keberhasilan.
3)
Hampir semua siswa dapat dan akan belajar bila didukung oleh guru
dan lingkungan belajar yang efektif.
Terkait dengan pencapaian
berbagai kriteria pembelajaran efektif tersebut di atas. Shulman, seorang
kontruksivis yang lain, mendaftarkan sejumlah prasyarat yang harus dikuasai
oleh guru. Pengetahuan itu antara lain meliputi:
1)
Pengetahuan tentang siswanya.
2)
Pengetahuan tentang subjek yang akan diajarkan.
3)
Pengetahuan umum tentang proses pembelajaran, manajeman kelas,
serta organisasi.
4)
Pengetahuan tentang konten pedagogis, yang meliputi: pengetahuan
tentang kurikulum, baik materinya maupun program-programnya, pengetahuan tentang
mengajarkan berbagai pokok bahasan, pengetahuan tentang situasi dan konteks
pendidikan, pengetahuan tentang tujuan pendidikan, tujuannya umumnya dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya[16].
Dalam ini,
Ronald Gross dalam bukunya berjudul Peak learning, sebagai akibat
praktik belajar yang kurang kondusif, tidak demokratis, tidak memberikan
kesempatan untuk berkreasi dan belum seluruh potensi anak dididik secara
optimal, telah mengidentifikasi enam mitos tentang belajar. Keenam mitos itu
sebagai berikut:
1)
Belajar itu membosankan, merupakan kegiatan yang tidak
menyenangkan.
2)
Belajar hanya terkait dengan materi dan keterampilan yang diberikan
ke sekolah.
3)
Pembelajar harus pasif, menerima dan mengikuti apa yang diberikan
guru.
4)
Di dalam belajar, si pembelajar di bawah perintah dan aturan guru.
5)
Belajar harus sistematis, logis dan terencana.
6)
Belajar harus mengikuti seluruh program yang telah ditentukan.
Mitos semacam
itu timbul kerana dilandasi oleh fakta, banyak praktik pembelajaran di sekolah
yang menunjukan pelaksanaan hal-hal tersebut. Oleh sebab itu, harus diciptakan
suasana agar belajar di sekolah berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
5. Pengelolaan kelas dalam
pembelajaran
Tidak dapat
dielakkan bahwa dalam situasi pembelajaran guru akan menghadapi berbagai
keragaman. Keragaman itu meliputi keragaman latar budaya, ras, suku, agama,
etnik, jenis kelamin, tingkat ekonomi dan banyak hal lagi. Biasanya guru,
karena pengalamannya mampu beradaptasi terhadap hal-hal seperti itu. Ia dapat
menyiasatinya, misalnya dengan penerapan pembelajaran kooperatif (kooperatif
learning) dan bersikap adil terhadap siswa. Namun, sering kali guru
mengalami kesulitan jika keragaman itu terkait dengan keragaman kemampuan siswa
dalam belajar. Dalam kaitan ini, Donlad P.Kauchak menyarankan agar pengelolaan
kelas oleh guru memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)
Ciptakan ruang kelas yang multidimensional, dan juga buatlah
rancangan proses pembelajaran yang mengambarkan keragaman kemampuan belajar
tersebut.
2)
Buatlah rancangan waktu yang fleksibel namun tetap dalam koridor
satuan waktu yang ditetapkan kurikulum.
3)
Kelompokkan siswa berdasarkan basis kemampuannya (achievement
group)
4)
Persiapkan setrategi pembelajaran untuk kelompok yang lamban dengan
strategi yang tidak saja akan mengantarkan mereka memahami tugas-tugasnya,
tetapi juga mampu meningkatkan kemampuan belajar mereka.
5)
Gunakan tutorial sebaya (peer teaching) dan belajar bersama
untuk menambahkan kemampuan dan pengalaman masing-masing.
Dalam kaitan
ini apa yang digambarkan oleh Gary Flewelling dan William Higginson, yang
beraliran kontruktisivis dalam publikasinya berjudul Teaching with Rich
Learning Taks dapat menjadikan acuan yang baik[17].
6.
Hasil pembelajaran
Seperti
variable dan kondisi pembelajaran, variable hasil pembelajaran juga dapat
diklasifikasikan dengan cara yang sama. Pada tingkat yang amat umum sekali,
hasil pembelajaran dapat diklasifikasi menjadi 3, yaitu:
1)
Keefektifan (effectiveness)
2)
Efesiensi (effeciency)
3)
Daya tarik (appeal)
Keefektifan
pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian belajar. Ada empat aspek
penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran,
yaitu: (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau yang disebut
dengan “tingkat kesalahan”, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih
belajar, (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Efesiensi pembelajaran
dapat diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai
belajar dan/atau jumlah biaya yang dapat digunakan.
Daya tarik
pembelajaran diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar.
Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dalam bidang studi, dimana
kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya,
pengukuran untuk kecenderungan siswa untuk terus belajar atau tidak terus
belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri dengan bidang
studi.[18]
7.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran
Untuk
terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh
berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya di dalam
memilih bahan ajar, sarana dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah
pentingnya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar yang optimal. Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi meliputi prinsip
relevansi, konsistensi, dan kecukupan.[19]
Belajar
merupakan suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaruan
dalam tingkah laku dan kecakapan. Menurut Purwanto, berhasil atau tidaknya
perubahan tersebur dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang dibedakan
menjadi dua golongan sebagai berikut:
1.
Faktor yang ada pada diri organisme tersebut yang disebut faktor
individual. Yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.
Faktor kematangan dan pertumbuhan
Faktor
ini berhubungan erat degan kematangan atau tingkat pertumbuhan organ-organ
tubuh manusia. Misalnya anak usia enam bulan dipaksa untuk belajar jalan,
meskipun dilatih dan dipaksa anak tersebut tidak akan mampu melakukannya.
b.
Faktor kecerdasan atau intelegensi
Disamping
faktor kematangan, berhasil atau tidaknya seseorang mempelajari sesuatu
dipengaruhi pula oleh faktor kecerdasan.
c.
Faktor motivasi
Motif
merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Seseorang
tidak akan mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia tidak
mengetahui pentingnya dari hasil yang akan dicapai dari belajar.
d.
Faktor pribadi
Sifat-sifat
kepribadian, seperti keras hati, tekun, gigih dan lain-lain turut akan
berpengaruh dengan hasil belajar yang dicapai. Termasuk ke dalam sifat-sifat
kepribadian ini adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.
2.
Faktor yang ada diluar induvidu yang disebut juga faktor sosial
a.
Faktor keluarga atau keadaan rumah
b.
Faktor guru dan cara mengajarnya
c.
Faktor alat-alat yang digunakan dalam pembelajaran
d.
Faktor lingkungan dan kesmpatan yang tersedia
e.
Faktor motivasi sosial[20]
[1] Sardiman A.M.,
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
h. 20-21
[2] Oemar Hamalik,
Proses Belajar Mengajar, h. 27-28
[3] Sardiman A.M.,
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
h. 20
[4] Sardiman A.M.,
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
h. 47
[5] Mohamad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Sinar Baru, 1987) h. 11
[6] Oemar Hamalik,
Proses Belajar Mengajar, h. 44-52
[7] Sardiman A.M.,
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
h. 19
[8] Mohamad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, h. 4
[9] Sardiman A.M.,
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
h. 19
[10] Sardiman A.M.,
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar,
h. 19-20
[11] Dedy
Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya
Saing, h. 67-68
[12] Dedy
Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya
Saing, h. 68-69
[14]Muhammad
Thobroni, Arif Mustofa.Belajar dan pembelajaran, Pengembangan Wacana
dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan, h18-19
[15] Hamzah B Uno, Perencanaan
Pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011).cet VII.h35
[16]Suyono dan
Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011).h 207- 2012
[17]
Suyono dan
Hariyanto, Belajar dan pembelajaran, Teori dan Konsep Dasar, h 235
[18] Hamzah B Uno. Perencanaan
Pembelajaran. cet VII. h 21
[19]
Aunurrahman, Belajar
dan Pembelajaran.(Bandung:Alfabeta, 2012).cet VI.h79
[20]
Moh.Thobroni
& Arif Mustofa, Belajar & Pembelajaran, Pengembangan Wacana Dan Praktik
Pembelajaran Alam Pembangunan Nasional. h31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar