A. Pengertian
Perndidikan
Dalam kehidupan ini sangatlah
penting yang namanya pendidikan, penting bagi setiap orang untuk terbentuknya
kepribadian yang utama pada dirinya (identitas diri) karena dalam pandangan
yang sudah sangat umum tentang pendidikan diutarakan oleh Driyarkara yang
menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda[1].
Maksudnya mengangkat manusia muda ke taraf insani haruslah diwujudkan didalam
seluruh proses atau upaya pendidikan
secara maksimal.
Upaya memanusiakan manusia muda
sebagaimana diungkapkan diatas harus mempunyai tujuan seperti tujuan pendidikan
nasional sendiri, yaitu berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab yang
disebutkan dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Bab
II Pasal 6[2].
Sebuah tujuan tidak akan mungkin tercapai
tanpa adanya proses dan didalam pendidikan ada proses belajar mengajar, belajar
mengajar disini bukan hanya dilihat sebagai proses alih ilmu pengetahuan dan
teknologi akan tetapi harus lebih dari itu sebagai proses pemanusiaan manusia[3].
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, suatu proses belajar mengajar
dapat dikatakan efektif dan bermakna apabila memberikan keberhasilan dan
kepuasan baik bagi peserta didik maupun guru[4].
Pendidikan merupakan suatu kegiatan dan kebutuhan semua
umat manusia dalam kehidupan ini. Karena dengan pendidikan manusia dapat
merubah hidupnya ke arah yang lebih baik. Pendidikan sebagai kata benda
berarti proses perubahan sikap dan
tingkah laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui pengajaran dan latihan[5],
pendidikan akan merubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan
diinginkan serta diharapkan demi tercapaianya tujuan yang telah ditentukan.
Sebagaimana terdapat dalam
firman Allah Q.S. An-Nahl ayat 125.
äí÷$#
4n<Î)
È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur
ÏpuZ|¡ptø:$#
( Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/ }Ïd
ß`|¡ômr& 4
¨bÎ)
y7/u
uqèd
ÞOn=ôãr& `yJÎ/
¨@|Ê
`tã ¾Ï&Î#Î6y
( uqèdur
ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk[6].
Pendidikan merupakan sebuah proses kompleks, keterkaitan
sebuah komponen dan intsrumennya menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan
tersebut. Sekolah merupakan instrument penting dalam pendidikan, tempat dimama
siswa berkreasi dan berprestasi.sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal
secara sistematis telah merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni
lingkungan pendidikan yang akan menyediakan kesempatan dan tempat bagi siswa
untuk melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga para siswa memperoleh
pengalaman pendidikan.
A.
Strategi
Pembelajaran
Sebelum
melangkah lebih jauh tentang strategi pembelajaran PAI, haruslah diketahui
terlebih dahulu apa itu strategi pembelajaran, di dalam Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia dipaparkan bahwa strategi adalah rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus[7].
Pengertian strategi juga biasanya berkaitan dengan taktik ( terutama banyak
dikenal dalam lingkungan militer ). Taktik adalah segala cara dan daya untuk menghadapi
sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan
secara maksimal. Dalam proses pendidikan, taktik tidak lazim digunakan, akan
tetapi dipergunakan istilah metode atau teknik. Metode dan teknik mempunyai
pengertian yang berbeda meskipun tujuannya sama. Metode adalah jalan yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan. Sedangkan teknik adalah cara mengerjakan
sesuatu. Jadi metode mempunyai pengertian yang lebih luas dan lebih ideal dan
konsepsional[8]. Strategi
yang baik merupakan strategi yang dapat melahirkan metode yang baik pula, sebab
metode adalah suatu cara pelaksanaan strategi.
Pembelajaran merupakan jantung dari proses
pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat
kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang
melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran
merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa
untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem
pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggungjawab terhadap
pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi
terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu
peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Di dalam pendidikan, yang namanya strategi pendidikan pada
hakikatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk
mengamankan sasaran kependidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan
pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan
yang ada, termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatannya baik berupa
fisik maupun yang bersifat non-fisik (seperti mental spiritual dan moral baik
dari subjek, objek maupun lingkungan sekitar). Strategi pendidikan dapat di
artikan sebagai kebijaksanaan dan metode umum pelaksanaan proses kependidikan[9].
Sedangkan Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh
pengajar untuk memilih strategi kegiatan belajar yang akan digunakan sepanjang
proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik
yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
B.
Pendidikan
Agama Islam di Sekolah dan Madrasah
Pendidikan
agama di sekolah umum adalah bagian dan merupakan salah satu bentuk dari
pendidikan Islam. Penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum dewasa ini
diselenggarakan berdasarkan Undang-undang sistem pendidikan nasional. Menurut
UU sistem pendidikan nasional, UU no. 20 Tahun 2003, pasal 12 ayat 1, bahwa “
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang di anutnya dan diajarkan oleh
pendidikan yang seagama.” Karena itu, pendidikan agama merupakan bagian dari
kurikulum yang wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan
pendidikan tinggi[10].
Pendidikan
Agama di Madrasah adalah lebih khusus dari pada di sekolah umum, karena
Pendidikan Agama Islam di Madrasah di bagi menjadi empat mata pelajaran yaitu
Fiqih, Qur’an Hadits, Aqidah Akhlaq, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Madrasah
sendiri merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang mulai muncul pada
akhir abad ke-4 Hijriah. Madrasah adalah hasil evolusi dari masjid sebagai
lembaga pendidikan dan Khan sebagai tempat tinggal peserta didik[11].
Kembali
pada pokok inti yaitu pembelajaran PAI, Kemampuan dasar yang harus dimilki
peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran PAI, yaitu :
1.
Beriman
kepada Allah SWT. dan lima rukun iman yang lain dengan mengetahui fungsi dan
hikmahnya serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan akhlak peserta didik
dalam dimensi vertikal maupun horizontal.
2.
Dapat
membaca, menulis, dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an serta mengetahui hokum
bacaannya dan mampu mengimplementasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mampu
beribadah dengan baik sesuai tuntunan syariat Islam, baik ibadah wajib maupun
sunat.
4.
Dapat
meneladani sifat, sikap, dan kepribadian Rasulullah, para sahabat, tabi’in,
serta mampu mengambil hikmah dari sejarah perkembangan Islam untuk kepentingan
hidup sehari-hari masa kini dan masa depan.
5.
Mampu
mengamalkan system muamalah islam dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara[12].
Salah satu masalah yang sering
dikemukakan para pengamat pendidikan Islam adalah adanya kekurangan jam
pelajaran untuk pengajaran agama Islam yang disediakan di sekolah-sekolah umum
seperti SD,SMU, dan seterusnya. Masalah inilah yang dianggap sebagai penyebab
utama timbulnya kekurangan para pelajar dalam memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran agama. Sebagai akibat
dari kekurangan ini, para pelajar tidak memiliki bekal yang memadai untuk
membentengi dirinya dari berbagai pengaruh negatif akibat globalisasi yang
menerpa kehidupan. Seperti banyaknya pelajar yang terlibat dalam tawuran,
pencurian, penodongan, penyalahgunaan obat narkotik, dan sebagainya. Semua ini
penyebab utamanya adalah karena kekurangan bekal pendidikan agama yang
diberikan sekolah-sekolah sebagaimana tersebut di atas. Selain itu,ada juga
penyebab lainnya yaitu kurangnya waktu yang diberikan kedua orang tua di rumah
untuk memberikan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan terhadap
putra-putrinya di rumah. Karena didesaki oleh berbagai kebutuhan primer, banyak
orang tua yang terpaksa bekerja diluar rumah dan kurang mempunyai waktu untuk
putra-putrinya[13].
Permasalahan di atas perlu adanya
solusi, solusi yang ditawarkan antara lain dengan menambah jumlah jam pelajaran
agama di sekolah dan dengan menambah waktu untuk memberikan perhatian, kasih
sayang, bimbingan dan pengawasan dari kedua orang tua di rumah[14].
Diantara Solusi lainnya yaitu :
1.
Dengan
mengubah orietasi dan fokus pengajaran agama yang semula bersifat subject
matter orientad, yaitu dari yang semula berpusat pada pemberiaan pengetahuan
agam dalam arti memahami dan menghafal ajaran agama sesuai kurukulum, menjadi
pengajaran agama yang berorientasi pada pengalaman dan pembentukan sikap
keagamaan melalui pembiasaan hidup sesuai dengan agama.
2.
Dengan
cara menambah jam pelajaran agama yang diberikan di luar jam pelajaran yang
telah ditetapkan dalam kurikulum.
3.
Dengan
cara menigkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan, dan pengawasan yang
diberikan oleh kedua orang tuanya di rumah.
4.
Dengan
cara melaksanakan tradisi seislaman yang didasarkan pada Al-Qur’an dan
Al-Sunnah yang disertai dengan penghayatan akan makna dan pesan moral yang
terkandung di dalamnya.
5.
Pembinaan
sikap keagamaan tersebuit dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
mass media yang tersedia, seperti radio, surat kabar, buku bacaan, televisi,
dan lain sebagainya[15].
[1] Hera Lestari
Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD,
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) h. 1.2
[2] Murip Yahya, Pengantar
Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008) h. 84
[3] Saeful Bahri, Profil
Guru Ideal, http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/18296/4/, diakses pada tanggal 19 Januari 2013
[8] Prof. H.M. Arifin, M.Ed., “Ilmu Pendidikan Islam Suatu
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner”, Bumi
Aksara : Jakarta, Cet. II, 1993, h. 58.
[9] Prof. H.M. Arifin, M.Ed., “Ilmu Pendidikan Islam Suatu
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner”, Bumi
Aksara : Jakarta, Cet. II, 1993, h. 58.
[10] Dr. Nurhayati Djamas, M.A., “Dinamika Pendidikan Islam
di Indonesia Pascakemerdekaan”, Rajawali Pers :Jakarta, 2009, h. 136-137
[12] Dr. Nurhayati Djamas, M.A., “Dinamika Pendidikan Islam
di Indonesia Pascakemerdekaan”, Rajawali Pers :Jakarta, 2009, h. 142.
[13] Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A., “Manajemen Pendidikan
Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia”, Kencana : Jakarta, Cet.
Ke-4, h. 18.
[14] Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A., “Manajemen Pendidikan
Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia”, Kencana : Jakarta, Cet.
Ke-4, h. 18.
[15] Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A., “Manajemen Pendidikan
Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia”, Kencana : Jakarta, Cet.
Ke-4, h. 19-25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar