A.
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENDEKATAN PEADAGOGIS DAN PSIKOLOGIS
Pendekatan ini menuntut kepada kita untuk berpandangan bahwa
manusia didik adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah yang memerlukan bimbingan dan pengarahan
melalui proses kependidikan.
Membimbing dan mengarahkan perekembangan jiwa dan pertumbuhan
jasmaniah dalam pengertian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian
psikologis. Karena pekerjaan mendidik dan mengajar yang bersasaran manusia yang
sedang berkembang dan bertumbuh itu harus didasarka atas tahap-tahap
perkembangan/pertumbuhan psikologis dimana psikologi telah banyak melakukan
studi secara khusus dari aspek-aspek kemampuan belajar manusia.
Tanpa didasari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan
pengarahan yang bernilai paedagogis tidak akan menemukan sasarannya yang tepat,
yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara
paedagogik dengan psikologi saling mengembangkan dan memperkokoh dalam proses
perkembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan
pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.
Berbagai hambatan dan rintangan yang bersifat psikologis dalam diri
manusia didik telah diidentifikasikan oleh ahli psikologi (muslim) untuk
diperhatikan oleh para pemroses kependidikan agar hambatan atau rintangan
psikologis itu dapat diatasi dengan metode pendidikan yang tepat guna atau
berdaya guna.
Allah telah menunjukkan berbagai gejala hambatan dari rintangan
psikologis yang bermukim di dalam diri manusia, baik yang bersifat pembawaan
maupun karena factor eksternal (dari luar). Firman Allah yang dinyatakan dalam
kitab suci Al Qur’an berikut ini adalah contoh dari antara sekian banyak
firman-Nya dalam Al Qur’an;
Îû
NÎgÎ/qè=è%
ÖÚz£D
ãNèdy#tsù
ª!$#
$ZÊttB
(
óOßgs9ur
ë>#xtã
7OÏ9r&
$yJÎ/
(#qçR%x.
tbqç/Éõ3t
ÇÊÉÈ
Di dalam hati mereka ada penyakit, [1]lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta. (Al Baqarah : 10).
Penyakit itu mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan mereka
kepada kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kelemahan keyakinan inilah yang
menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam kesumat terhadap Nabi, agama Islam,
dan orang-orang Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit-penyakit tersebut dapat
diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pendidikan. Juga termasuk
penyakit mental adalah sikap egocentrisme dan egoisme yang menggejala dalam
bentuk perbuatan verbal mencela, mengejek, merendahkan orang lain, takabur,
congkak, sombong, tinggi hati, tidak menghargai martabat orang lain dan
lain-lain, seperti didiskripsikan dalam Al Qur’an sebagai cirri-ciri mental
orang kafir dan munafik. Firman Allah;
#sÎ)ur
@Ï%
öNßgs9
(#qãYÏB#uä
!$yJx.
z`tB#uä
â¨$¨Z9$#
(#þqä9$s%
ß`ÏB÷sçRr&
!$yJx.
z`tB#uä
âä!$ygxÿ¡9$#
3
Iwr&
öNßg¯RÎ)
ãNèd
âä!$ygxÿ¡9$#
`Å3»s9ur
w
tbqßJn=ôèt
ÇÊÌÈ #sÎ)ur
(#qà)s9
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#þqä9$s%
$¨YtB#uä
#sÎ)ur
(#öqn=yz
4n<Î)
öNÎgÏYÏÜ»ux©
(#þqä9$s%
$¯RÎ)
öNä3yètB
$yJ¯RÎ)
ß`øtwU
tbrâäÌöktJó¡ãB
ÇÊÍÈ ª!$#
äÌöktJó¡o
öNÍkÍ5
÷LèeßJtur
Îû
öNÎgÏY»uøóèÛ
tbqßgyJ÷èt
ÇÊÎÈ
13. Apabila
dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain
telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana
orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.
14. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman,
mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali
kepada syaitan-syaitan mereka[2],
mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami
hanyalah berolok-olok."
15. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka
terombang-ambing dalam kesesatan mereka.(Al Baqarah; 13-15).
Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peristiwa paedagogis, sering pula
menunjukkan beberapa penyakit mental orang munafik, orang musyrik dan kafir
yang menggejala dalam prilaku lahiriah dalam pergaulan antara manusia. Seperti
penyakit mental munafik diberitahukan oleh beliau dengan sabdanya sebagai
berilkut;
Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu ketika ia berbicara, ia
berdusta, ketika ia berjanji, ia mungkirinya, dan ketika ia diberi amanat, ia
mengkhianatinya. (H.R. Buchari).
Jadi, ingkar janji dan berkhianat terhadap amanat, adalah tergolong
penyakit mental yang menjadi cirri orang munafik. Pendidikan Islam bertugas
menghilangkan kecenderungan manusia didik terhadap penyakit mental tersebut
dengan mempergunakan berbagai metoda.
Sikap mental berkeluh kesah, mengumpat-umpat, menyalahkan pihak
lain dan sebagainya, pada waktu tertimpa kesusahan, dan sikap melupakan Tuhan
dan lalai, berwatak kikir dan sebagainya, juga tergolong penyakit mental
seperti ditunjukkan dalam firman Allah dalam Q.S. Al Ma’arij ayat 19-22,
sebagai berikut;
*
¨bÎ)
z`»|¡SM}$#
t,Î=äz
%·æqè=yd
ÇÊÒÈ #sÎ)
çm¡¡tB
¤³9$#
$Yãrây_
ÇËÉÈ #sÎ)ur
çm¡¡tB
çösø:$#
$¸ãqãZtB
ÇËÊÈ wÎ)
tû,Íj#|ÁßJø9$#
ÇËËÈ
19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. 20. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21. dan apabila ia
mendapat kebaikan ia Amat kikir, 22. kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat. (Al Ma’arij;19-22).
Dalam kaitannya dengan upaya menghilangkan penyakit-penyakit mental
tersebut, pendidikan Islam mengembang-tumbuhkan sumber utama kekuatan
mental-spiritual yang mampu menangkal segala bentuk penyakit mental, yaitu kekuatan
Iman yang benar, ialah iman yang berdasarkan tauhid kepada Allah SWT.
Kekuatan iman inilah yang menjadi sumber motivasi manusia kea rah
ketaqwaan kepada Allah yang menyatakan diri dalam berbagai bentuk amal-amal
perbuatan saleh dan sikap ubudiyyahnya kepada Khalik melalui shalat, berzakat,
shiyam, dan berhajji dan sebagainya.
Sebaliknya Allah juga menjelaskan ciri-ciri tingkah laku
orang-orang yang beriman dan bertaqwa seperti antara lain disebutkan dalam Q.S.
Al Mukminun ayat 1-6, sebagai berikut;
ôs%
yxn=øùr&
tbqãZÏB÷sßJø9$#
ÇÊÈ tûïÏ%©!$#
öNèd
Îû
öNÍkÍEx|¹
tbqãèϱ»yz
ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur
öNèd
Ç`tã
Èqøó¯=9$#
cqàÊÌ÷èãB
ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur
öNèd
Ío4qx.¨=Ï9
tbqè=Ïè»sù
ÇÍÈ tûïÏ%©!$#ur
öNèd
öNÎgÅ_rãàÿÏ9
tbqÝàÏÿ»ym
ÇÎÈ wÎ)
#n?tã
öNÎgÅ_ºurør&
÷rr&
$tB
ôMs3n=tB
öNåkß]»yJ÷r&
öNåk¨XÎ*sù
çöxî
úüÏBqè=tB
ÇÏÈ
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan
orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; [3]Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.(Al Mukminun;
1-6).
Ciri-ciri mentalitas Islami seperti tersebut di atas merupakan
beberapa aspek mental positif yang hendak dikembang-tumbuhkan oleh pendidikan
Islam melalui proses-proses yang direncanakan. Ciri-ciri keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah, yang telah tertanam kuat dalam jiwa manusia didik akan menjadi
sumber rujukan semua perbuatannya di masa dewasanya[4].
[1] Yakni keyakinan mereka terdahap kebenaran Nabi Muhammad s.a.w.
lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam
terhadap Nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam.
[3] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan
orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam
peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan
kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah
suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya:
budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[4] H.M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam suatu
tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner, Bumi
Aksara: Jakarta, 1993, h. 136-139.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar