Oleh
: Indra Nurul Hayat, S.Pd.I
“Tersenyumlah sebelum senyum itu dilarang”,
tersenyum[1]
adalah tertawa hanya terlihat pada mulut saja tanpa suara atau tawa kecil, jadi
tak ada perbedaan antara senyuman dan tertawa kecuali dalam prakteknya. saya
datang membawa senyuman karna saya merasa semua sudah paham dengan tersenyum
tetapi belum banyak paham bahwa salah satu rahasia menaklukkan hati itu dengan
senyuman, dan saya mengajak semua untuk Selamatkan Dunia Dengan Senyuman, tak
perlu ada pertanyaan “Bagaimanakah kau menyelamatkan Duniamu ?” jawaban hati
anda pasti akan menjawab dengan “Senyuman”, baru anda yang bertanya “why” ? dan
sekarang aku akan menjawab seperti dibawah ini.
Tanamlah senyuman di jagat ini
Jangan engkau cemari kebaikan dengan kemurungan dan
kesedihan
Jadilah engkau duta pembawa kebahagiaan di jagat ini
Jadilah engkau pembawa senyuman seperti Rasulullah
Senyuman sungguh menyenangkan
Senyuman merupakan sunahnya
Dengan senyuman, pahala dapat terkumpul
Sejelek-jelek dan serendah-rendah perilaku adalah
sikap murung[2].
Apabila
kamu menginginkan agar banyak orang yang mencintaimu tanpa pamrih, maka
sebarkanlah senyuman kepada mereka dengan muka penuh ceria. Insya Allah, mereka akan mencintaimu.
Sambutlah mereka semua dengan senyumanmu, maka mereka akan lembut dan ramah
terhadapmu karena senyuman adalah kunci untuk membuka hati seseorang.
Senyuman
adalah gerak mulut tanpa suara, yang biasanya menunjukan adanya rasa gembira
dan bahagia. Allah SWT berfirman,
“Maka Dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena
(mendengar) Perkataan semut itu. dan Dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku
ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau
ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang saleh".(QS An-Naml
(27):19) [3].
Senyuman
sangat disukai Rasulullah SAW. Dari jarir bin Abdullah Al-Bajali ra, ia
berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah
melihatku kecuali selalu menyertainya dengan senyuman.” (HR Bukhari
dan Muslim)
Selain
disukai oleh Rasulullah, senyuman merupakan salah satu wasiat Rasulullah SAW
kepada manusia sehingga beliau mengangkat derajat senyuman sabagai sebuah
sedekah. Abu Dzar ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Senyuman
pada saudaramu merupakan (sebuah) sedekah.” (HR Tirmidzi)[4].
Senyuman,
mari kita perbanyak tetapi tertawa harus kita sedikitkan, karena senyuman
berbeda dengan tertawa, terlalu banyak tertawa adalah tercela dan akan
menghilangkan kewibawaan dan harga diri, bahkan dapat mematikan hati. Abu
Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Dan sedikitlah tertawa, karena terlalu banyak tertawa dapat mematikan
hati.” (HR Tirmidzi).
Umar
bin Khatthab ra[5]
berkata, “Barangsiapa yang banyak
tertawa, sedikitlah kemuliaannya, dan barangsiapa yang banyak melakukan
sesuatu, ia akan dikenal dengannya.”
“Sesungguhnya
membiasakan diri dengan terlalu banyak tertawa dapat menyimpangkan dari
perkara-perkara yang penting. Tertawa dapat menghilangkan kesadaran akan
bencana dan kedudukan. Orang yang melakukan bukanlah orang yang mulia dan
berwibawa dan juga bukan orang yang sadar akan bahaya serta kemuliaan diri.”
Perkataan dari Al-Mawardi rahimahullah.
Al-Zujaj
rahimahullah dan Umar bin khatthab ra
berkata, “Tersenyum adalah senda gurau.” Senyuman memiliki kekuatan hebat sehingga
mampu memengaruhi seseorang dan merupakan amalan yang sering dilakukan oleh
para Nabi.
Tersenyum
dapat bermanfaat untuk meraih hati dan simpati, memperbanyak kebaikan serta
menghapus keburukan. Selain itu, tersenyum mempunyai manfaat yang lebih dari
semuanya, karena sebagai pembentuk karakter, pendorong rasa gembira, melahirkan
sikap lapang dada, dan dapat mendorong seseorang untuk dapat meraih kebahagiaan
hidup.
Didalam
bukunya yang berjudul al-Bukhala,
Al-Jahid berkata “Dan bagaimana mungkin
senyuman tidak menjadi pembangkit rasa bahagia? Sesungguhnya, hidup ini
membutuhkan senyuman. Dengan senyumlah manusia tercipta. Bukankah senyuman merupakan
hal pertama yang dapat kita lihat dari seorang bayi ? Dengan tersenyum, jiwa
seorang bayi akan semakin baik sehingga ia dapat bertumbuh dengan baik. Darah
yang mengalir dalam tubuhnya menyebarkan rasa bahagia yang dijadikan sebagai
sumber kekuatan hidupnya. [6]”
Ahmad
Amin juga pernah berkata di dalam bukunya yang berjudul Faidh al-Katsir, “orang-orang yang dalam hidupnya mampu tersenyum,
bukan hanya dapat meraih kebahagiaan untuk dirinya sendiri saja, melainkan
lebih dari itu, mereka juga mampu bekerja lebih baik serta lebih siap mengemban
tanggung jawab, lebih tegar menghadapi berbagai kesulitan, terampil menangani
berbagai kesukaran, serta sangat siap mengerjakan berbagai urusan besar yang
sangat bermanfaat bagi mereka dan semua manusia. [7]”
Seorang
istri yang cantik, apalah artinya jika ia selalu bermurum durja, sehingga
merubah rumahnya laksana neraka jahanam ? jauh lebih baik darinya, seorang
istri yang tidak terlalu cantik, tetapi dapat menjadikan rumahnya laksana
surga. Senyuman yang lahir dari hati yang penuh keridhaan mampu menyulap
kehidupan menjadi penuh keceriaan. Sebaliknya, senyuman yang tampak hanya
menghiasi bibir saja, tidak lahir dari ketulusan hati, sesungguhnya senyuman
itu tidak bernilai apa-apa. Bisa jadi, senyuman itu merupakan cerminan jiwa
yang tertekan hingga tekanannya mampu menembus hati saudara dan sahabat yang berada
di sekitarnya. Bukan rasa cinta yang terasa, melainkan kesedihan,
ketidakberdayaan, dan kesedihan mendalam.
Tersenyumlah, karena seekor
merpati kehitam-hitaman telah lama tertidur.
Pada wajahmu yang ceria, telah
tampak fajar yang menyinari gelapnya pagi.
Tersenyumlah dan tambahlah
bekal kita yang sedikit untuk perjalanan kita.
Senyuman adalah sebaik-baik
perbekalan bagi para musafir.
Telah lama rasa cinta antara
aku dan engkau terputus.
Padahal, kita adalah dua orang
yang bertetangga.
Sungguh aneh karena tak
kutemukan hal mengagumkan pada dirimu.
Padahal sepanjang hari aku
menunggumu dengan penuh kesabaran
dan mendambakan kesuksesan.[8]
[1] S. Wojowasito, Kamus Bahasa
Indonesia EYD Menurut Pedoman Lembaga Bahasa Nasional, (C.V. Pengarang).
Hal. 371.
[2] Abu Abdullah al-Habsyidi, Adakah Cinta di Hatimu ? Metode Terbaik
Untuk Meraih hati, Bandung : MQ Publishing, 2007. Hal. 19.
[3] Departemen Agama, Al Qur’an dan
Terjemahnya Juz 1 – Juz 30, (Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994).
[4] Balai Litbang LPTQ Nasional, Seratus Hadits Tarjamah Lafdziyah, Yogyakarta
: Team Tadarus “AMM” , 1995. Hal. 49.
[5] Sahabat utama nabi Muhammad
saw dan salah satu khulafa al-Rasyidin.
[6] Abu Abdullah al-Habsyidi, Adakah Cinta di Hatimu ? Metode Terbaik
Untuk Meraih hati, Bandung : MQ Publishing, 2007. Hal. 22-23.
[7] Abu Abdullah al-Habsyidi, Adakah Cinta di Hatimu ? Metode Terbaik
Untuk Meraih hati, Bandung : MQ Publishing, 2007. Hal. 23.
[8] Abu Abdullah al-Habsyidi, Adakah Cinta di Hatimu ? Metode Terbaik
Untuk Meraih hati, Bandung : MQ Publishing, 2007. Hal. 22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar