BAB
I
PENDAHULUAN
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala
karunia yang telah di berikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “KESEHATAN MENTAL PADA BIMBINGAN DAN PENYULUHUN”
Shalawat
beriring salam kita hantarkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa risalah Islam dan merubah peradapan manusia dari peradaban jahiliyah
menuju keperadaban yang islamiah.
Dan ucapan
terimakasih kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing yang telah membantu kami
dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa pula kepada teman teman yang telah
memberi dukungannya sehingga kami dapat menyelesaikan makaah ini tepat pada
waktunya. Apabila terdapat kesalahan/kesilapan dalam makalah ini, kami memohon
maaf yang sebesar-besarnya dan juga kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
KESEHATAN
MENTAL PADA BIMBINGAN PENYULUHAN
A.
Pengertian Kesehatan
Mental
Untuk
memahami pengertian sehat mental, perlu dipahami pengertian ‘sehat’yang
terkandung dalam istilah itu. Apa yang dimaksud dengan sehat? Orientasi klasik
yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai
kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang
tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik
artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan
mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan
masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa
yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti
itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak
mampu mengurus dirinya secara layak. Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental
hygiene[1].
Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama
dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Dalam
mendefinisikan kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh kultur dimana
seseorang tersebut tinggal. Apa yang boleh dilakukan dalam suatu budaya
tertentu, bisa saja menjadi hal yang aneh dan tidak normal dalam budaya lain,
dan demikian pula sebaliknya (Sias, 2006). Menurut Pieper dan Uden (2006),
kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan
bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap
dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan
menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan
sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Notosoedirjo dan Latipun
(2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental
(mental hygene) yaitu: (1)
karena tidak mengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit akibat stessor, (3) sesuai dengan kapasitasnya
dan selaras dengan lingkungannya, dan (4) tumbuh dan berkembang secara positif.
1.
Ciri Mental Sehat Pada Anak/Remaja
a)
Ciri mental sehat pada anak/Remaja
1. Merasa
disukai oleh orang lain
2. Merasa
aman, terutama manghadapi kejadian yang akan dating
3. Merasa
tenang dan teguh
4. Tidak
takut sendirian
5. Dapat
tertawa pada saat situasi yang lucu
6. Berbuiat
sesuai dengan umurnya
7. Menunjukan
sikap tenang, tidak takut terhadap obyek tertentu seperti air, tempat yang
tinggi, dll.[2]
b) Ciri Mental Sehat Pada Orang Dewasa
1. Bertanggungjawab
: Berani menghadapi segala hal yang dilakukannya.
2.
Dewasa : Memiliki sikap dan
perilaku yang tidak manja dan kekanak-kanakan.
3.
Menghormati dan Menghargai
Orang Lain : Berperilaku sopan santun sesuai aturan, nilai, norma dan adat
istiadat yang ada di suatu tempat.
4.
Optimis : Berfikir positif
dalam menghadapi kehidupan.
5.
Beriman dan Bertakwa : Percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan perintahNya dan meninggalkan
laranganNya.
6.
Disiplin : Taat dan patuh
terhadap aturan yang ada serta menghargai waktu yang ada[3].
2.
Factor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Mental
a. Factor Internal
Factor yang berasal dari dalam diri indvidu seperti, sifat
jahat baik, pemarah, dengki, iri, pemalu dan sebagainya
b. Factor Eksternal
Factor yang berada diluar diri individu yang dapat
mempengaruhi mental seseorang seperti orang tua, anak, istri dan sebagainya.
Factor eksternal yang baik atau tidak baik dapat berpotensi
menimbulkan mental tidak sehat
3.
Prinsip-prinsip
Mewujudkan Kondisi Mental yang Sehat
Dengan
didasarkan pada hakikat hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tuhan dan
manusia sebagai organisme, maka perlu diperhatikan beberapa prinsip mewujudkan
kondisi mental yang sehat:
a) Keadaan
jasmani yang baik terintegritas sebagai organisme
b) Sesuai
dengan hakikat kemanusiaan dalam moral, intelktual religi, emosional dan social
c) Memiliki
integritas dan kontrol diri dalam cara berpikir, berhayal , emosi, keinginan
dan perilaku
d) Memperluas
pengetahuan dan memiliki tilikan (self insihgt)
e) Memiliki
konsep diri yang sehat
f) Memiliki
penerimaan diri, perbaikan diri dan realisasi diri
g) Mengembangkan
moral yang luhur
h) Menanamkan
kebiasaan dan mengembangkannya dengan baik
i) Agama
memegang peranan penting dalam kehidupannya
j) Selalu
menjaga hubungan yang tetap dan teratur dengan tuhan dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianut.
4.
Prinsip-prinsip
Mewujudkan kondisi Mental yang sehat disekolah
a. Mewujudkan
rasa betah di sekolah bagi peserta didik baik secara sosial dan akademis
b. Mengusahakan
terwujudnya suasana belajar yang menyenangkan
c. Memahami
peserta didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar yang dicapai dan seluruh
aspek kepribadiannya
d. Memilih
metode serta sarana atau media pengajaran yang dapat menyempatkan kegairahan
belajar
e. Menggunakan
teknik evaluasi yang dapat meningktakan motivasi belajar
f. Membantu
mengembangkan kepribadian anak dengan mewujudkan situasi sosial yang baik
g. Penyediaan
fasilitas belajar yang memadai
h. Kerjasama
berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan dengan orang tua dan
masyarakat
i. Melaksanakan
program bimbingan konseling dengan sebaik-baiknya
B. Penyesuaian
Diri
Penyesuaian diri
dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri
sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri
diartikan sama dengan adaptasi
(adaptation),
padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam
arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat
dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku
di daerah dingin tersebut[4].
1.
Penyesuaian
Diri yang Baik
Mereka yang tergolong mampu
melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional
dengan hal- hal berikut:
a) Tidak menunjukkan adanya mekanisme
psikologis
b) Memiliki pertimbangan rasional dan
pengarahan diri
c) Bersikap realistik
d) Menghargai pengalaman
e) Mampu dalam belajar objektif
Mempelajari
penyesuaian diri yang baik (good adjustment)mempunyai dua tujuan yaitu untuk
memahami penyesuaian diri orang lain dan dapat memperbaiki serta meningkatkan
diri. Kemampuan menyesuaikan diri merupakan dasar bagi terwujudnya kesehatan
mental yang memadai[5].
2.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
a. Kondisi
jasmaniah
Kondisi
sistem tubuh yang baik merupakan syarat tercapainya penyesuaian diri dan
kesehatan mental yang baik. Ganguan penyakit jasmaniah dapat menimbulkan
kurangnya percaya diri, rendah diri, ketergantungan.Keadaan tersebut dapat
mendorong perilaku yang mepengaruhi penyesuaian diri.
b. Perkembangan
dan kematangan terutama intelektual, social, moral, dan emosional.
Dengan
bertambahnya usia anak menjadi matang terutama dalam respon rangsangan yang
datang dari lingkungannya dalam bentuk penyesuaian diri. Tingkat kematang yang
dicapai berbeda antara individu satu dengan yang lainnya.
c. Penetu
psikologis yang meliputi pengalaman
Tidak semua
pengalaman berpengaruh dalam proses penyesuaian diri. Pengalaman yang
menyenangkan dapat mendorong penyesuaian diri yang lebih baik. Latihan
membentuk sikap disiplin berperan mengendalikan arah dan pola penyesuaian diri.
d. Kondisi
lingkungan terutama keluarga dan sekolah
Suasan keluarga
yang saling menghormati, kerjasama, kasih saying, dapat mendorong penyesuaian
yang lebih baik. Sekolah berparan sebagai medium atau perantara untuk
mempengaruhi kehidupan intelektual, social dan moral siswa.
e.
Penentu cultural dan
agama
Agama memberikan
suasana psikologi yang dapat mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan serta
dapat memberikan suasan damai dan tenang. Kebudayaan berpengaruh terhadap
pembentukan watak dan perilaku indifidu yang diperoleh dengan perantara
pendidikan sekolah dan lingkungan masya rakat
3.
Mekanisme
penyesuaian Diri
a) Penyesuaian
diri yang normal
Ciri-ciri
penyesuiana diri yang normal antara lain
1. Tidak
menunjukan adanya ketegangan emosional.
2. Tidak
menunjukan prustasi pribadi
3. Memiliki
pertimbangan yang rasional
4. Mapu
belajar
5. Menghargai
penglaman
b) Penyesuaian
diri vang salah
Penyesuain yang
salah ditandai dengan berperilaku yang serba salah,tidak terarah, emosional,
sikap tidak realistis dll.
c) Penyesuain
diri yang patologis
Kelanjutan dari
mal adjustment adalah situasi dimana individu berada pada situasi patologis
yang memerlukan perawatan dan bersifat klinis, dua bentuk penyesuaian yang
patologis yaitu nueurose merupakan gangguang mental dan psikos merukan bentuk
dari sakit mental.
1. Psikoneorosis
Menunjukan cirri
pribadi yang tidak matang atau sensitive (mudah tersinggung), terpusat pada
diri. Adapun bentuk-bentuk psikoneorosis diantaranya yaitu:
i.
Psychasteunia (lemah
mental)
ii.
Neurasthenia (kondisi
lemah saraf)
iii.
Kecemasan (ketakutan
yang berlebihan)
iv.
Histeris (penyakit yang
bertingkat dan menjadi kebiasaan)
v.
Gangguan psikomatis
vi.
Epilepsi
vii.
Neorosis
d) Psikosis
(sakit mental)
Penderita
psikosis daapat dilihat dalam bentuk:
1) Reaksi
afektif
2) Reaksi
schizophrenia
3) Paranoid
4) psikopatik
4.
Arah
dan Tujuan Penyesuaian Diri
Arah penyesuaian
diri diantaranya yaitu :
a.
Pemantapan pemahaman
diri dari setiap peserta didik
b.
Pengembangan interaksi
sesama antar individu
c.
Memantapakan
kepribadian peserta didik
d.
Mampu beradaptasi
dengan lingkungan yang ada disekitarnya
Tujuan Penyesuaian Diri
a.
Menghadapi tuntutan
keadaan secara sadar.
b.
Menghadapi tuntutan
keadaan secara realisti
c.
Menghadapi tuntutan
keadaan secara objektif.
d.
Menghadapi tuntutan
keadaan secara rasional[6].
[2] Dra.Hj. Yies Sa’diyah, M. Pd. Bimbingan Konseling Disekolah, iain
Sunan Gunung Jati. Bandung, 1997. Hal 1
[3] http://organisasi.org/ciri-ciri-orang-yang-memiliki-mental-sehat-dalam-sikap-dan-perilaku-pelajaran-psikologi/22may2012
[6] Dra. Hj. Yies sa’diyah, M.pd. bimbingan konseling di sekolah, IAIN
Sunan Gunung Djati. Bandung, 1997.hal 1
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus