Senin, 28 Mei 2012

KESEHATAN MENTAL PADA BIMBINGAN PENYULUHAN


BAB I

PENDAHULUAN
            Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala karunia yang telah di berikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “KESEHATAN MENTAL PADA BIMBINGAN DAN PENYULUHUN”
        Shalawat beriring salam kita hantarkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam dan merubah peradapan manusia dari peradaban jahiliyah menuju keperadaban yang islamiah.
      Dan ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa pula kepada teman teman yang telah memberi dukungannya sehingga kami dapat menyelesaikan makaah ini tepat pada waktunya. Apabila terdapat kesalahan/kesilapan dalam makalah ini, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya dan juga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. 



BAB II
PEMBAHASAN
KESEHATAN MENTAL PADA BIMBINGAN PENYULUHAN
A.  Pengertian Kesehatan Mental
            Untuk memahami pengertian sehat mental, perlu dipahami pengertian ‘sehat’yang terkandung dalam istilah itu. Apa yang dimaksud dengan sehat? Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene[1].
Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Dalam mendefinisikan kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh kultur dimana seseorang tersebut tinggal. Apa yang boleh dilakukan dalam suatu budaya tertentu, bisa saja menjadi hal yang aneh dan tidak normal dalam budaya lain, dan demikian pula sebaliknya (Sias, 2006). Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu: (1) karena tidak mengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit akibat stessor, (3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (4) tumbuh dan berkembang secara positif.
1.    Ciri Mental Sehat Pada Anak/Remaja
a)    Ciri mental sehat pada anak/Remaja
1.      Merasa disukai oleh orang lain
2.      Merasa aman, terutama manghadapi kejadian yang akan dating
3.      Merasa tenang dan teguh
4.      Tidak takut sendirian
5.      Dapat tertawa pada saat situasi yang lucu
6.      Berbuiat sesuai dengan umurnya
7.      Menunjukan sikap tenang, tidak takut terhadap obyek tertentu seperti air, tempat yang tinggi, dll.[2]
b)   Ciri Mental Sehat Pada Orang Dewasa
1.  Bertanggungjawab : Berani menghadapi segala hal yang dilakukannya.
2.    Dewasa : Memiliki sikap dan perilaku yang tidak manja dan kekanak-kanakan.
3.    Menghormati dan Menghargai Orang Lain : Berperilaku sopan santun sesuai aturan, nilai, norma dan adat istiadat yang ada di suatu tempat.
4.  Optimis : Berfikir positif dalam menghadapi kehidupan.
5.    Beriman dan Bertakwa : Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya.
6.    Disiplin : Taat dan patuh terhadap aturan yang ada serta menghargai waktu yang ada[3].
2.    Factor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental 
a.    Factor Internal
Factor yang berasal dari dalam diri indvidu seperti, sifat jahat baik, pemarah, dengki, iri, pemalu dan sebagainya
b.    Factor Eksternal
Factor yang berada diluar diri individu yang dapat mempengaruhi mental seseorang seperti orang tua, anak, istri dan sebagainya.
Factor eksternal yang baik atau tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat
3.    Prinsip-prinsip Mewujudkan Kondisi Mental yang Sehat
Dengan didasarkan pada hakikat hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tuhan dan manusia sebagai organisme, maka perlu diperhatikan beberapa prinsip mewujudkan kondisi mental yang sehat:
a)    Keadaan jasmani yang baik terintegritas sebagai organisme
b)   Sesuai dengan hakikat kemanusiaan dalam moral, intelktual religi, emosional dan social
c)    Memiliki integritas dan kontrol diri dalam cara berpikir, berhayal , emosi, keinginan dan perilaku
d)   Memperluas pengetahuan dan memiliki tilikan (self insihgt)
e)    Memiliki konsep diri yang sehat
f)    Memiliki penerimaan diri, perbaikan diri dan realisasi diri
g)   Mengembangkan moral yang luhur
h)   Menanamkan kebiasaan dan mengembangkannya dengan baik
i)     Agama memegang peranan penting dalam kehidupannya
j)     Selalu menjaga hubungan yang tetap dan teratur dengan tuhan dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut.
4.    Prinsip-prinsip Mewujudkan kondisi Mental yang sehat disekolah
a.    Mewujudkan rasa betah di sekolah bagi peserta didik baik secara sosial dan akademis
b.    Mengusahakan terwujudnya suasana belajar yang menyenangkan
c.    Memahami peserta didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar yang dicapai dan seluruh aspek kepribadiannya
d.   Memilih metode serta sarana atau media pengajaran yang dapat menyempatkan kegairahan belajar
e.    Menggunakan teknik evaluasi yang dapat meningktakan motivasi belajar
f.     Membantu mengembangkan kepribadian anak dengan mewujudkan situasi sosial yang baik
g.    Penyediaan fasilitas belajar yang memadai
h.    Kerjasama berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan dengan orang tua dan masyarakat
i.      Melaksanakan program bimbingan konseling dengan sebaik-baiknya
B.  Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut[4].
1.    Penyesuaian Diri yang Baik
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai  Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional dengan hal- hal berikut: 
a)    Tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis
b)   Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
c)    Bersikap realistik
d)   Menghargai pengalaman
e)    Mampu dalam belajar  objektif
Mempelajari penyesuaian diri yang baik (good adjustment)mempunyai dua tujuan yaitu untuk memahami penyesuaian diri orang lain dan dapat memperbaiki serta meningkatkan diri. Kemampuan menyesuaikan diri merupakan dasar bagi terwujudnya kesehatan mental yang memadai[5].
2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
a.    Kondisi jasmaniah
Kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syarat tercapainya penyesuaian diri dan kesehatan mental yang baik. Ganguan penyakit jasmaniah dapat menimbulkan kurangnya percaya diri, rendah diri, ketergantungan.Keadaan tersebut dapat mendorong perilaku yang mepengaruhi penyesuaian diri.

b.    Perkembangan dan kematangan terutama intelektual, social, moral, dan emosional.
Dengan bertambahnya usia anak menjadi matang terutama dalam respon rangsangan yang datang dari lingkungannya dalam bentuk penyesuaian diri. Tingkat kematang yang dicapai berbeda antara individu satu dengan yang lainnya.
c.    Penetu psikologis yang meliputi pengalaman
Tidak semua pengalaman berpengaruh dalam proses penyesuaian diri. Pengalaman yang menyenangkan dapat mendorong penyesuaian diri yang lebih baik. Latihan membentuk sikap disiplin berperan mengendalikan arah dan pola penyesuaian diri.
d.   Kondisi lingkungan terutama keluarga dan sekolah
Suasan keluarga yang saling menghormati, kerjasama, kasih saying, dapat mendorong penyesuaian yang lebih baik. Sekolah berparan sebagai medium atau perantara untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, social dan moral siswa.
e.    Penentu cultural dan agama
Agama memberikan suasana psikologi yang dapat mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan serta dapat memberikan suasan damai dan tenang. Kebudayaan berpengaruh terhadap pembentukan watak dan perilaku indifidu yang diperoleh dengan perantara pendidikan sekolah dan lingkungan masya  rakat

3.    Mekanisme penyesuaian Diri
a)    Penyesuaian diri yang normal
Ciri-ciri penyesuiana diri yang normal antara lain
1.    Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional.
2.    Tidak menunjukan prustasi pribadi
3.    Memiliki pertimbangan yang rasional
4.    Mapu belajar
5.    Menghargai penglaman
b)   Penyesuaian diri vang salah
Penyesuain yang salah ditandai dengan berperilaku yang serba salah,tidak terarah, emosional, sikap tidak realistis dll.
c)    Penyesuain diri yang patologis
Kelanjutan dari mal adjustment adalah situasi dimana individu berada pada situasi patologis yang memerlukan perawatan dan bersifat klinis, dua bentuk penyesuaian yang patologis yaitu nueurose merupakan gangguang mental dan psikos merukan bentuk dari sakit mental.
1.    Psikoneorosis
Menunjukan cirri pribadi yang tidak matang atau sensitive (mudah tersinggung), terpusat pada diri. Adapun bentuk-bentuk psikoneorosis diantaranya yaitu:
                                     i.            Psychasteunia (lemah mental)
                                   ii.            Neurasthenia (kondisi lemah saraf)
                                 iii.            Kecemasan (ketakutan yang berlebihan)
                                 iv.            Histeris (penyakit yang bertingkat dan menjadi kebiasaan)
                                   v.            Gangguan psikomatis
                                 vi.            Epilepsi
                               vii.            Neorosis
d)   Psikosis (sakit mental)
Penderita psikosis daapat dilihat dalam bentuk:
1)      Reaksi afektif
2)      Reaksi schizophrenia
3)      Paranoid
4)      psikopatik
4.    Arah dan Tujuan Penyesuaian Diri
Arah penyesuaian diri diantaranya yaitu :
a.    Pemantapan pemahaman diri dari setiap peserta didik
b.    Pengembangan interaksi sesama antar individu
c.    Memantapakan kepribadian peserta didik
d.   Mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ada disekitarnya
Tujuan Penyesuaian Diri
a.    Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar.
b.    Menghadapi tuntutan keadaan secara realisti
c.    Menghadapi tuntutan keadaan secara objektif.
d.   Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional[6].



                                                                            












[2] Dra.Hj. Yies Sa’diyah, M. Pd. Bimbingan Konseling Disekolah, iain Sunan Gunung Jati. Bandung, 1997. Hal 1
[6] Dra. Hj. Yies sa’diyah, M.pd. bimbingan konseling di sekolah, IAIN Sunan Gunung Djati. Bandung, 1997.hal 1