Sabtu, 10 Mei 2014

UNSUR-UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM


PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Dalam kehidupan ini sangatlah penting yang namanya pendidikan, penting bagi setiap orang untuk terbentuknya kepribadian yang utama pada dirinya (identitas diri) karena dalam pandangan yang sudah sangat umum tentang pendidikan diutarakan oleh Driyarkara yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda[1]. Maksudnya mengangkat manusia muda ke taraf insani haruslah diwujudkan didalam seluruh proses atau upaya pendidikan  secara maksimal.
Upaya memanusiakan manusia muda sebagaimana diungkapkan diatas harus mempunyai tujuan seperti tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab yang disebutkan dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Bab II Pasal 6[2].
 Sebuah tujuan tidak akan mungkin tercapai tanpa adanya proses dan didalam pendidikan ada proses belajar mengajar, belajar mengajar disini bukan hanya dilihat sebagai proses alih ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi harus lebih dari itu sebagai proses pemanusiaan manusia[3]. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan efektif dan bermakna apabila memberikan keberhasilan dan kepuasan baik bagi peserta didik maupun guru[4].
Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari sang pendidik (subjek pendidikan), berhasil atau gagalnya pendidikan sangat ditentukan oleh subjek pendidikan tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan dan berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik.
Masalah mengajar telah menjadi persoalan para ahli pendidikan sejak dahulu sampai sekarang, sehingga pengertian mengajarpun mengalami erkembangan pula. Bahkan, hingga dewasa ini belum ada devinisi yang tepat bagi semua pihak mengenai mengajar itu.
 Bagi peserta didik, seorang pendidik merupakan contoh ideal dan teladan yang bisa mengarahkan semua masalah dalam kehidupannya baik berbentuk ucapan maupun tindakan. Teladan juga penting dan paling efektif untuk menyiapkan etika dan mencetak kepribadian seorang peserta didik. Jadi, dalam proses belajar-mengajar, pendidik dalam hal ini guru memunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Agar hasil yang direncanakan (tujuan) tercapai semaksimal mungkin. Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan. Dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan sedikit tentang subjek pendidikan dengan harapan dapat memahami dengan apa yang dimaksud sang pendidik.
PEMBAHASAN
UNSUR-UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM


1.      Unsur-Unsur Pendidikan Islam
Dalam implementasinya, fungsinya, pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek yang mendukung atau unsur yang turut mendukung terhadap tercapainya tujuan dari pendidikan Islam. Adapun aspek atau unsur-unsur tersebut adalah :
1)      Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Fadlil Aljamali yang dikutip oleh Abdul Halim Soebahar sebagai berikut: Pertama, mengenalkan manusia akan perannya diantara sesama (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya. Kedua, mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata hidup bermasyarakat. Ketiga, mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat, mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.
Tujuan pendidikan Islam adalah tercapainya pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Sedangkan menurut Zakiyah Dzarajat tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk insan kamil dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itulah tujuan pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan.
Hal yang sama pula tujuan pendidikan Islam dapat dipahami dalam firman Allah :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  
Arinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (QS. 3 Ali-Imron: 102).
Sedangkan menurut Ahmad D Marimba yang dikutip oleh Halim Soebahar, menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya muslim. Dan menurutnya bahwa tujuan demikian identik dengan tujuan hidup setiap muslim. Adapun tujuan hidup seorang muslim adalah menghamba kepada Allah yang berkaitan dengan firman Allah Surat Dzariat 56 yang berbunyi :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya: “Dan aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan untuk meyembah-Ku”.
Dan masih banyak beberapa deskripsi yang membahas tentang tujuan pendidikan Islam seperti konfrensi pendidikan di Islamabat tahun 1980, bahwa pendidikan harus merealisasikan cita-cita (idealitas) Islam yang mencakup pengembangan kepribadian muslim secara meyeluruh yang harmonis yang berdasarkan fisiologis dan psikologis maupun yang mengacu kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah muslim yang paripurna, berjiwa tawakkal secara total kepada Allah sebagaimana firman Allah Surat Al-An’am Ayat 162:
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ 
Artinya: “Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya bagi Allah, tuhan semesta alam”.
Imam Al-Ghazali mengatakan tujuan penddikan Islam adalah untuk mencapai kesempurnaan manusia yang mendekatkan diri kepada Allah dan bertujuan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Maka dari pada itu, tujuan pendidikan Islam dirumuskan dalam nilai-nilai filosofis yang termuat dalam filsafat pendidikan Islam. Seperti halnya dasar pendidikannya, maka tujuan pendidikan Islam juga identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Sedanagkan Muhammad Umar Altomi Al-Zaibani yang dikutip oleh Djalaluddin, mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak ul karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulann yaitu “membimbing manusia agar berakhlak mulia”.
Maka dengan demikian tujuan pendidikan Islam yang berdasarkan deskripsi di atas ialah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus meiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya, serta menanamkan kemampuan manusia untuk menolak, memanfaatkan alam sekitar sebagai ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan manusia, dan kegiatan ibadahnya kepada pencipta alam itu sendiri.
Telah kita ketahui, bahwa dasar tujuan pendidikan ditiap-tiap negara itu tidak selalu tetap sepanjang masa, melainkan sering mengalami perubahan atau pergantian, sesuai dengan perkembangan zaman. Perumbakan itu biasanya akibat dari pertentangan pendirian atau ideologi yang ada di dalam masyarakat itu. Hal ini kerap kali terjadi lebih-lebih di negara yang belum stabil kehidupan politiknya, karena mereka yang bertentangan itu sadar bahwa pendidikan memegang peranan penting sebagai generasi bangsa.
Sama halnya dengan tujuan pendidikan di Indonesia juga selalu berubah-rubah, dikarenakan kondisi dan situasi politiknya tidak stabil. Hal ini dibuktikan mulai tahun 1946 sampai pada saat sekarang. Dengan demikian tujuan pendidikan itu tidak berdiri sendiri, melainkan dirumuskan atas dasar hidup bangsa dan cita-cita negara dimana pendidikan itu dilaksanakan. Sikap hidup itu dilandasi oleh norma-norma yang berlaku bagi semua warga negara.
Oleh karena itu, sebelum seseorang melaksanakan tugas kependidikannya, terlebih dahulu harus memahami falsafah negara, supaya norma yang melandasi hidup bernegara itu tercermin dari tindakannya, agar pendidikan yang diarahkan kepada pembentukan sikap posisi pada peserta didik hendaknya diperhitungkan pula bahwa manusia muda (peserta didik) itu tidak hidup tersendiri di dunia ini.

2)      Subjek Pendidikan
a.      Pengertian Peserta Didik                         
Peserta didik merupakan salah satu komponen penting dalam suatu proses pendidikan islam. Peserta didik artinya orang yang ikut serta dalam proses pendidikan. Orang tersebut mengambil bagian dalam sistem atau jenis pendidikan tertentu untuk menumbuhkan dan mengembangkan dirinya.
Ramayulis mendeskripsikan bahwa peserta didik adalah orang yang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis, yang merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.[5]
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[6] Dengan pendidikan seorang anggota masyarakat dikatakan sebagai peserta didik.
Anggota masyarakat yang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan, berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur-jalur pendidikan. Didalam proses tansformasi yang disebut pendidikan, peserta didik merupakan  “Raw Material” (bahan mentah). Pada sistem pendidikan, “materil” ini berada dengan yang diterima oleh komponen-komponen yang lain karena sistem pendidikan menerima “materil” sudah dalam keadaan setengah jadi, sedangkan komponen-komponen lainnya masih dapat merumuskan dan menyesuaikan dengan keadaan-keadaan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Komponen lainnya masih membutuhkan prooses-proses terlebih dahulu agar  materil ini benar-benar siap digunakan. Lain halnya dengan sistem pendidiksn, materil atau peserta didik perlu untuk menumbuhkan yang menyangkut fisik dan mengembangkan yang menyangkut psikis dalam diri seorang peserta didik.
Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik bukan anak didik. Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa setiap orang yang menerima pengaruh dari orang lain dalam menjalankan kegiatan
Pendidikan adalah anak didik.[7] Peserta didik lebih  luass cakupannya dari pada anak didik. Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar.[8] Seorang manusia yang menjadi pusat pembelajaran karena memiliki tujuan untuk dicapainya.
Terdapat pula istilah yang memberikan arti untuk peserta didik. Dalam istilah tasawuf peserta didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi, murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut terminologi murid adalah pencari hakikat dibawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid).
Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang sedang mencari, sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, serta berusaha keras menempuh untuk mencapai derajat sufi.[9] Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, untuk perguruan tinggi disebut dengan istilah mahasiswa. Setiap lembaga-lembaga menyebut istilah peserta didik ini berbeda-bada. Di dalam keluarga disebut anak kandung, alam kehidupan masyarakat disebut anak penduduk, serta dalam suatu agama peserta didik menjadi umat beragama.
b.      Pengertian Pendidik
Secara terminologi, pendidikan islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hamya dipikulkan kepada orang telah dewasa.[10]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknyadalam perkembangan jasmani dan rohannya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan mmemenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah allah SWT. Dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[11]
Di indonesia pendidik disebut juga guru, yaitu “orang yang ditiru”. Menurut Hadari Nawawi, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.[12]
Menurut Marimba, mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik. Zakiah Dradjat berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
c.       Macam-macam Pendidik dalam Ilmu Pendidikan Islam
1. Ditinjau dari leteratur kependidikan Islam, seorang guru atau pendidik biasa disebut sebagai berikut :
1.      Ustadz, yaitu julukan untuk orang yang mengajar di madrasah atau pondok pesantren, Ustadz berasal dari bahasa Parsi yang artinya guru[13]. maksudnya seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, ia selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntunan zaman.
2.      Mu’allim, berasal dari kata “ ‘ilm ” yang berarti menangkap hakekat sesuatu, ini mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat dalam pengetahuan yang diajarkannya.
3.      Murabbiy, berasal dari kata “ rabb ”. Tuhan sebagai Rabb al-‘âlamin dan Rabb al-nâs yakni yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam dan seisinya termasuk manusia. Dilihat dari pengertian ini maka guru adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya.
4.      Mursyid, yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan (Transinternalisasi) akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya.
5.      Mudarris, berasal dari kata “ darasa - yudarusu - darsan wa durusan wadirasatun ” yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya seorang guru adalah yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta melatih ketrampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.
6.      Muaddib, berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika dan adab. Artinya seorang guru adalah yang beradab sekalugus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas dimasa depan[14].
Sedangkan Menurut perspektif al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam, pendidik/guru menurut al-Qur’an secara garis besar ada empat, yaitu :
1.      ALLAH SWT, sebagai Maha Guru tertinggi Alllah SWT, menginginkan umat manusia menjadi baik dan bahagia hidup di dunia dan di akhirat. Dengan seluruh sifat yang melekat pada-Nya, Allah SWT sebagai Maha Guru tertinggi, Ia memiliki pengetahuan yang Maha Luas (al-Ȃlim), Ia juga sebagai pencipta, memiliki sifat Pemurah; tidak kikir dengan ilmu-Nya, Maha Tinggi, Penentu, Pembimbing, Penumbuh Prakarsa, Mengetahui kesungguhan manusia yang beribadah kepada-Nya, mengetahui siapa yang baik dan siapa yang jahat, menguasai cara-cara atau metode dalam membina umat-Nya antara lain melalui penegasan, perintah, pemberitahuan, kisah, sumpah, keteladanan, pembantahan, mengemukakan teka-teki, mengajukan pertanyaan, memperingatkan, mengutuk dan meminta perhatian. Semua terdapat dalam al-Qur’an Surah al-Alaq, al-Qalam, al-Muzammil, al-Mudatsir, al-Lahab, al-Taqwir, dan al-A’la.
2.      Nabi Muhammad Saw., dan nabi-nabi lainnya. Para nabi menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Ajaran yang diterima umat manusia dapat memberi petunjuk mengenai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai guru, nabi melalui pendidikannya kepada anggota keluarganya yang terdekat,  dilanjutkan kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad Saw., sebagai seorang guru kepada umatnya, tugasnya dapat dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan, sehingga ajaran Islam melekat dan menjadi tak terpisahkan dari perilaku dan prikehidupan kaum muslimin sehari-hari. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan oleh nabi, yaitu dengan cara menyayangi, keteladanan yang baik, mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi oleh umatnya.
3.      Kedua orang tua, al-Qur’an menyebutkan bahwa orang tua sebagai guru harus memiliki hikmah atau kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada Allah SWT, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan, tidak sombong dan takabur. Tercantum dalam al-Qur’an Surah Lukman ayat 12-19.
4.      Orang lain, informasi yang amat jelas mengenai hal antara lain terdapat dalam al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 60-82 tentang proses belajar mengajar antara nabi Khaidir as kepada nabi Musa as. Bahwa dalam proses belajar hendaknya muridnya berlaku sabar dan agar tidak bertanya sebelum dijelaskan, dan lain-lain. Orang yang keempat inilah yang selanjutnya disebut guru. Guru sebagai seorang pendidik yang memiliki tugas amat mulia, baik disisi manusia maupun dalam pandangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah menjanjikan pahala surga bagi mereka yang mengamalkan ilmunya dan mengancamnya dengan api neraka terhadap mereka yang menyembunyikan ilmunya[15].
d.      Tugas dan Kewajiban Guru
Guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran, baik kualitas proses maupun kualitas lulusan. Oleh sebab itu, seorang guru harus menjalankan tugas dan kewajibannya agar tercipta peningkatan dalam kualitas pembelajaran.
Tugas dan Kewajiban seorang guru menurut salah satu Ulama klasik yang disebut sebagai bapak Ilmu Tasawuf yaitu Imam al Ghazâlî, menurut beliau tugas dan kewajiban guru yaitu sebagai berikut :
Pertama, Seorang guru harus mencintai muridnya, dan memperlakukan mereka sebagaimana ia memperlakukan anaknya sendiri.
Kedua, Seorang guru dianjurkan agar tidak memungut bayaran apapun dari muridnya, dan tidak pula mengharapkan hadiah dari mereka. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulallah Saw.
Ketiga, Seorang guru berkewajiban mengenali sebaik mungkin latar belakang pengetahuan muridnya dalam bidang kajian tertentu, agar ia dapat menentukan tingkat pengetahuan yang cocok untuknya.
Keempat, Seorang guru harus mengajarkan pendidikan akhlak kepada para muridnya karena murid-murid seringkali melakukan hal-hal yang tidak semestinya mereka lakukan. Saran dan nasihat akan lebih baik daripada peringatan keras dan sikap positif lebih efektif daripada cacimaki.
Kelima, Seorang guru harus mengembangkan rasa hormat terhadap ilmu-ilmu diluar ilmu yang ditekuninya, maksudnya tidak boleh berprasangka terhadap disiplin ilmu lain, apalagi merendahkan nilainya didepan para murid.
Keenam, Seorang guru haruslah mempertimbangkan daya tangkap muridnya dan mengajarnya berdasarkan daya tersebut. Maksudnya, seorang guru disamping harus mengetahui latar belakang pengetahuan muridnya, guru juga membutuhkan pengetahuan psikologis tentang kecerdasan para muridnya.
Ketujuh, Seorang guru harus memberikan perhatian dan perlakuan secara khusus terhadap murid yang tertinggal, berbeda dari murid kebanyakan.
Kedelapan, Seorang guru haruslah menjadi contoh teladan yang baik (uswah) bagi para muridnya. Maksudnya, Praktek hidupnya mestilah sesuai dengan apa yang diajarkannya[16].
Imam al-Ghazali juga berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya[17].
Selain tugas dan kewajiban seorang guru di atas, ada juga tugas guru yang dijelaskan oleh S. Nasution, terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.      Sebagai orang yang mengkonsumsi pengetahuan
2.      Guru sebagai model dan contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran.
3.      Menjadi model sebagai pribadi, seperti berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya[18].
Tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dijelaskan oleh S. Nasution tentang tugas guru, ada juga yang menjelaskan lebih khusus bahwa seorang guru mempunyai peran utama dalam proses belajar mengajar/pembelajaran yaitu sebagai pelayan belajar, sebagai model dan sebagai penunjuk arah.
1.      Sebagai pelayan belajar, tugas utama guru bukanlah mengajar dalam arti menyampaikan konsep, teori, dan fakta akademik semata kepada peserta didik. Melainkan tugas utama guru ialah membantu kesulitan belajar peserta didik dalam melakukan proses pematangan kualitas dirinya. Upaya itu dilakukan melalui proses pengajaran, bimbingan, penyuluhan, penerangan, latihan, dan atau pendekatan lainnya yang memungkinkan peserta didik melakukan proses pematangan kualitas diri dan kepribadian unggul.
2.      Sebagai model, guru harus tampil menarik dihadapan para peserta didiknya. Guru harus mampu memerankan model belajar yang baik, model manusia yang berkualitas dan berkepribadian unggul. Sebagai model, dalam kondisi apapun, guru harus menjadi teladan bagi siapapun khususnya teladan bagi para peserta didik, atau paling tidak menjadi teladan bagi dirinya sendiri. Hilangnya teladan dalam proses pendidikan menggambarkan hilangnya roh belajar.
3.      Sebagai penunjuk arah, guru harus lebih tahu dan lebih menguasai konsep, fakta ilmiah, dan teori-teori ilmu pengetahuan yang digelutinya. Hal itu akan menjadikan guru sebagai kamus berjalan. Sebagai petunjuk arah, guru harus mampu mengantarkan peserta didik pada titik yang tepat. Kapan, dengan cara apa, dan bagaimana guru menempatkan peserta didik secara tepat sesuai dengan bakat, kemampuan, karakteristik, dan kebutuhannya. Dengan demikian guru dituntut mampu mengambil keputusan pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan dalam urusan yang tepat[19].
Kewajiban yang dimiliki guru menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 40 ayat 2, yaitu :
a)      Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
b)      Mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c)      Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya[20].











PENUTUP
Kesimpulan
            Subjek pendidikan dalam islam benar-benar diperhatikan keberadaannya. Terlihat betapa selektifnya islam dalam menentukan mana yang pantas dikataka sebagai pendidik dan mana yang tidak.
            Subjek pendidikan atan pendidik yang pertama adalah orang yang ada dirumah tangga (orang tua atau Wali), yang kedua adalah diluar rumah seperti guru, dose, masyarakat dan lain-lain. Untuk mencapai hasil yang maksimal, si pendidik harus memenusi syarat-syarat yang sudah ditentukan.
            Kata “pendidik” itu meliputi semua orang yang memberi pendidikan, seperti guru, ustadz, kiyai, pengajar dan orang tua. Seorang pendidik adalah teladan bagi generasi dizamannya. Ia memegang peranan penting dalam perkembangan suatu masyarakat. Oleh karenanya, jika ia dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengajar, ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan mengarahkan anak didiknya kepada pendidikan agama serta perilaku yang baik, maka ia akan mendapat keberuntungan baik didunia maupun diakhirat.
Pesan dan anjuran paling mendasar bagi pendiik sukses:
1)      Menjauhi kemusrikan
2)      Menghormati orang tua
3)      Mendirikan shalat
4)      Beramar makhruf nahi munkar
5)      Menghindari sombong dan angkuh
6)      Berjalan dan bersuara secara wajar
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujid,  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2011).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Didaktik/Metodik Umum, (Jakarta: 1995).
Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al-Ghazali, (Yogyakarta: Tiara Wacan,1999).
Hera Lestari Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007).
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990).
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: PSAPM,2003).
Muhammad Fadhil Aljamali, Tarbiyah Al-insani Aljadid.
Muhammad Nur Ali, “Kamus Agama Islam”, (Cirebon: Annizam, 2004).
Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008)
Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, makalah, STAIN Batusangkar 2000.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VI;Jakarta:Kalam Mulia, 2008).
Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam teori, konsep dan analisis,.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).














[1] Hera Lestari Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) h. 1.2
[2] Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008) h. 84
[3] Saeful Bahri, Profil Guru Ideal, http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/18296/4/, diakses pada tanggal 19 Januari 2013
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Didaktik/Metodik Umum, (Jakarta: 1995) h. 40
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VI;Jakarta:Kalam Mulia, 2008). Hal.77).
[6] Pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 thn 2003
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000). Hal.51).
[8] Abdul Mujid,  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006. Hal 88.
[9] Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990).hal.109.
[10] Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, makalah, STAIN Batusangkar 2000. Hal.7
[11] Abdul Mujid, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, 2006. Hal.88
[12] Muhammad Fadhil Aljamali, Tarbiyah Al-insani Aljadid. Hal.74
[13] Muhammad Nur Ali, “Kamus Agama Islam”, (Cirebon: Annizam, 2004). H. 253
[14] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, ( Surabaya: PSAPM, 2003 ), h. 209-213.
[15] Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam teori, konsep dan analisis, h. 2-3
[16] Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan Al-Ghazali, (Yogyakarta: Tiara Wacan,1999) h. 104-111
[17]Imam Tabroni el-Khalimi, “Proposal Tesis”, http://imam-tabroni.blogspot.com/2012/07/prposal-tesis.html, di akses pada tanggal 5 Mei 2013
[18] Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar & Menengah dalam teori, konsep dan analisis, h. 3
[19] Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2011) h. 44-45
[20]  Murip Yahya, Pengantar Pendidikan,  h. 131

Tidak ada komentar:

Posting Komentar