Jumat, 18 April 2014

PERSATUAN ISLAM ( PERSIS )

A.    Sejarah Lahirnya Persatuan Islam (Persis)
Persis adalah salah satu Organisasi Muslim Indonesia yang didirikan pada tahun 1923 di Bandung. Tokoh awal yang paling dikenal adalah Ahmad Hassan atau Hassan Bangil. Gagasan dasar gerakan Persis ini sebenarnya tidak beda dari gerakan pembaharu Islam lainnya seperti Muhammadiyah, ataupun Wahhabiyah yang di indonesia mengambil bentuknya sebagai Salafy. Umat Islam mengalami kemunduran hampir di semua bidang dirasakan sebagai akibat dari ketidakmurnian pemahaman dan pelaksanaan Quran. Gerakan pembaharu hadir untuk mengembalikan Umat pada kemurnian ajaran Islam tanpa ditambahi atau tercampur ajaran lain yang bertentangan dengan Quran dan sunnah Nabi.[1]
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan “reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan Islam.[2]
Ide untuk mendirikan Persis bermula dari seorang alumnus Dâr al-‘Ulûm Mekkah bernama H. Zamzam yang sejak tahun 1910-1912 menjadi guru agama di sekolah agama Dâr al-Muta'alimîn. Ia bersama teman dekatnya, H. Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang, yang di masa mudanya memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan menguasai bahasa Arab, sehingga ia mampu autodidak melalui kitab-kitab yang jadi perhatiannya. Latar belakang pendidikan dan kultur yang sama ini, menyatukan mereka dalam diskusi-diskusi tentang keislaman. Tema diskusi biasanya mengenai beberapa masalah di sekitar gerakan keagamaan yang tengah berkembang saat itu, atau masalah agama yang dimuat dalam majalah al-Munîr terbitan Padang dan majalah al-Manâr terbitan Mesir, yang telah lama menjadi bacaan dan perhatian mereka.[3]
Lahirnya Persis terbentuk dari suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini diilhami oleh firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 103 yang berbunyi :
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 …….
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”.
Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.[4]

B.     Arah dan Pergerakan PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.[5]
Organsisasi PERSIS, di awal berdirinya sudah menampakkan perbedaan coraknya dengan kelompok pergerakan lainnya, dan berdirinya PERSIS dititikberatkan pada pembentukan faham keagamaan, sedangkan kelompok-kelompok pergerakan yang telah diorganisasikan, misalnya Budi Utomo, yang didirikan pada tahun1908, pergerakannya dengan menitikberatkan pada bidang pendidikan bagi orang-orang pribumi (khususnya orang-orang jawa), sementara itu, Syarikat Islam yang didirikan pada tahun 1912, organisasi ini bergerak dalam bidang perdagangan dan politik, dan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912, gerakan organisasi ini dikhususkan bagi kesejahteraan sosial masyarakat muslim dan kegiatan pendidikan keagamaan.
PERSIS juga tidak banyak menekankan pengembangan jumlah anggotanya, tetapi PERSIS masih tetap sebuah organisasi yang relatif kecil dengan struktur yang longgar. sedangkan popularitas PERSIS dapat dirasakan dibeberapa tempat, dan hal ini nampaknya terlihat pada bidang pendidikan agama yang ditawarkannya, masjid-masjid, sikapnya yang jelas terhadap isu-isu controversial, serta pada kontak social dan perhelatan yang diorganisasikan oleh para aktifisnya melalui berbagai macam pertemuan, pengajian dan perdebatan, karena itu reputasi PERSIS tidak banyak bergantung pada prestasi-prestasi organisasionalnya, akan tetapi lebih karena kemampuannya dalam menciptakan sebuah kesetiakawanan, sebuah ciri khas, sebuah pandangan, sebuah idiologi yang memandang Islam sebagai inti kehidupan, dengan menggantungkan secara langsung segala macam persoalan pada pendirian itu.
Dalam perkembangan selanjutnya perjuangan PERSIS memiliki dua macam, yaitu: pertama: perjuangan kedalam, yang secara aktif membersihkan Islam dari faham-faham yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Hadits , terutama yang menyangkut masalah akidah dan ibadah serta menyeru ummat Islam supaya berjuang atas dasar al-Qur’an dan Sunnah . kedua: perjuangan keluar, yang secara aktif menentang dan melawan setiap aliran dan gerakan anti Islam yang hendak merusak dan menghancurkan Islam di Indonesia, karena itulah segala aktifitas dan perjuangannya ditekankan pada usaha menyiarkan, menyebarkan dan menegakkan faham al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, usaha mengembangkan organisasi tidak mendapat perhatian yang wajar, disamping tidak diniatkan, dan PERSIS hanya mencari kwalitas bukan kwantitas, PERSIS mencari isi bukan mencari jumlah.[6]

D.    Visi Misi Dan Tujuan PERSIS
1.      Visi : terwujudnya al-Jamaah sesuai tuntutan Alquran dan Sunah.
2.      Misi: 1). mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah. 2). menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid. 3). mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid. 4). meningkatkan kesejahteraan umat.[7]
3.      Tujuan: Terlaksananya syariat Islam berlandaskan Alquran dan Sunah secara kâffat dalam segala aspek kehidupan.[8]

E.     Peran PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham Alquran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.[9]
Dalam bidang pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara resmi didirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di Bandung.
Dalam bidang penerbitan (publikasi), Persis banyak menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah,[10] di antaranya majalah Pembela Islam (1929), Al-Fatwa (1931), Al-Lissan (1935), At-Taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Aliran Islam (1948), Risalah (1962), Pemuda Persis Tamaddun (1970), majalah berbahasa Sunda Iber (1967), dan berbagai majalah ataupun siaran publikasi yang diterbitkan oleh cabang-cabang Persis di berbagai tempat. Beberapa di antara majalah tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi.
Melalui penerbitan inilah, Persis menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah dan tajdid. Bahkan, tak jarang di antara para dai ataupun organisasi-organisasi keislaman lainnya menjadikan buku-buku dan majalah-majalah terbitan Persis ini sebagai bahan referensi mereka.
Gerakan dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui serangkaian kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang, undangan dari organisasi Islam lainnya, maupun atas permintaan masyarakat luas.
Pada masa Ahmad Hassanguru utama Persiskegiatan tabligh yang digelar Persis tidak hanya bersifat ceramah, tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan tentang berbagai masalah keagamaan. Misalnya, perdebatan Persis dengan Al-Ittihadul Islam di Sukabumi pada 1932, kelompok Ahmadiyah (1933), Nahdlatul Ulama (1936), kelompok Kristen, kalangan nasionalis, bahkan polemik yang berkepanjangan antara Ahmad Hassan dan Ir Soekarno tentang paham kebangsaan.
Sepeninggal Ahmad Hassan, aktivitas dakwah dengan perdebatan ini mulai jarang dilakukan. Persis tampaknya lebih menonjolkan sikap low profile sambil tetap melakukan edukasi untuk menanamkan semangat keislaman yang benar. Namun, bukan berarti tidak siap untuk berdiskusi dengan kelompok yang memiliki pandangan berbeda dalam satu bidang tertentu. Jika dibutuhkan, Persis siap melakukan gebrakan yang bersifat shock therapy.
Di pengujung abad ke-20, aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain. Orientasi Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan umat. Mulai dari bidang pendidikan (tingkat dasar hingga pendidikan tinggi), dakwah, bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, sejak tahun 1963, Persis mengoordinasi pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di cabang-cabang Persis. Hingga Muktamar II di Jakarta tahun 1995, Persis tercatat telah memiliki 436 unit pesantren dari berbagai tingkatan.
Selain itu, Persis pun menyelenggarakan bimbingan jamaah haji dan umrah dalam kelompok Qornul Manazil, mendirikan beberapa bank Islam skala kecil (Bank Perkreditan Rakyat / BPR), mengembangkan perguruan tinggi, mendirikan rumah yatim dan rumah sakit Islam, membangun masjid, seminar, serta lainnya.[11]
Dalam bidang organisasi, Persis membentuk Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini difungsikan untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum,[12]  dan sebagai Dewan Peneliti Hukum Islam sekaligus sebagai pengawas pelaksanaannya di kalangan anggota Persatuan Islam,[13] dan bertanggungjawab kepada Allah SWT dalam setiap kinerja dan keputusan-keputusan hukum yang difatwakannya.  
F.     Usaha-usaha pendidikan PERSIS
Organisasi ini tidak kalah dengan organisasi-organisasi lain yang selalu memperhatikan pendidikan. Persis melaksanakan berbagai macam kegiatan pendidikan seperti halnya tabligh dan publikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih generasi muda Islam untuk selalu giat dalam mengembangkan ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan tersebut.
Dalam bidang pendidikan Persis mendirikan sebuah madrasah yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang dewasa mulanya juga dibatasi pada anggota-anggotanya. Hassan dan Zam-Zam mengajar pada kursus-kursus ini yang terutama membahas soal-soal iman serta ibadah dengan menolak segala kegiatan bid’ah. Masalah-masalah yang sangat menarik masyarakat pada waktu itu seperti poligami dan nasionalisme juga dibicarakan.[14]
Kursus-kursus tersebut disediakan untuk anak-anak muda yang telah menempuh sekolah menengah pemerintah dan memiliki minat untuk mendalami agama Islam dengan maksimal. Jadi Kursus-kursus keagamaan tersebut tidak dikhususkan bagi para anggota Persatuan Islam, tetapi juga untuk semua masyarakat yang ingin mendalami agama Islam. Didalam Kursus-kursus tersebut terdapat guru-guru yang professional. Diantaranya adalah Hassan. Didalam mengajar, Hassan memperoleh banyak manfaat terutama dalam hal pendalaman pengetahuan agama Islam dan penggalian terhadap sumber-sumber ajaran Islam.
Sebuah kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini adalah lembaga pendidikan Islam sebuah proyek yang dilancarkan oleh  Nasir, dan terdiri dari beberapa sekolah yaitu: taman kanak-kanak, HIS (keduanya tahun 1930), sekolah Mulo (1931) dan sebuah sekolah guru (1932).[15]
HIS merupakan lembaga untuk memperoleh pendidikan barat khususnya memperlajari bahasa Belanda sebagai kunci untuk pendidikan lanjutan, pintu kebudayaan barat, dan syarat untuk memperoleh pekerjaan. Bahasa Belanda memberikan prestise dan memasukkan seseorang kedalam golongan intelektual dan elit.[16]
Kursus Mulo dimaksud sebagai sekolah rendah dengan program yang diperluas dan bukan sebagai sekolah menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang memiliki ijazah HA (Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma untuk pelajaran tertentu.[17]
Keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai sekolah ini  dipicu oleh berbagai macam tuntutan dari berbagai pihak. Selain itu timbulnya keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan adalah karena ia melihat ada beberapa sekolah di Bandung yang tidak memberikan pelajaran agama pada siswanya. Adapun murid-murid yang masuk kedalam lembaga pendidikan yang didirikan oleh organisasi Persis ini pada umumnya adalah anak-anak disekitarnya, tetapi beberapa diantara mereka ada yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Sumatra. Bagi para siswa yang telah lulus studinya mereka diperbolehkan untuk kembali ke tempat asal mereka masing-masing untuk membuka sekolah baru atau bergabung dengan sekolah yang ada di daerahnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil Jawa Timur ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 40 siswa dari Bandung. [18]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diterima di sekolah ini meliputi: umur 18 tahun, kesehatan yang baik, kemampuan untuk membaca dan menulis Arab dan latin, pengetahuan membaca al-Qur’an, bersumpah bahwa kalau akan menjadi guru mereka akan menjadi guru atau propagandis “Persatuan Islam”, dan akan berikhtiar mendirikan cabang-cabang Persatuan Islam. Mereka juga harus menjaga disiplin yang ketat dan wajib mengerjakan perintah agama, menjauhkan segala larangan, menjauhi kegiatan merokok di dalam pesantren, bersih badan dan pakaian, menjaga kesopanan dan adab-adab Islam, menjaga kesopanan adat yang tidak dilarang oleh agama serta selalu menjaga syari’at Islam.
Organisasi Persis ini sangat gemar dengan perdebatan-perdebatan hal ini berlainan dengan Muhamadiyah, yang mana dalam penyebaran pemikiran-pemikirannya dilakukan secara damai. Didalam Persis para anggotanya selalu siap untuk menantang orang-orang yang tidak menyetujui pemikiran mereka. Hal ini tentunya menunjukkan berbagai dalih yang kuat yang mereka ajukan kepada lawan debat.
Salah satu bentuk tantangan dari Persis adalah berbagai ungkapan yang dicerminkan dalam publikasinya melalui majalah Pembela Islam. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan ajaran-ajaran Islam yang dikecam oleh berbagai pihak. Selain itu terdapat tujuan lain yaitu untuk meyebarkan pemikiran-pemikiran Persis. Hasil publikasi itu tentunya dibaca oleh masyarakat luas bahkan anggota-anggota organisai lain baik di jawa maupun luar jawa. Hassan juga mendirikan sebuah percetakan untuk majalah yang berbahasa Indonesia dengan tulisan jawa. Majalah-majalah yang diterbitkan membicarakan masalah-masalah agama tanpa adanya pertentangan dari pihak-pihak non-Islam. Nama-nama majalah itu antara lain al-Fatwa, al-Taqwa, al-Lisan dan majalah Sual jawab.
Itulah diantara beberapa usaha pendidikan yang dilakukan oleh organisasi Persatuan Islam. Tentunya masih banyak lagi keterangan tentang usaha pendidikan Islam oleh organisasi ini yang dimuat didalam buku-buku tentang sejarah pendidikan Islam.




[4] Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS), “Profil Jam’iyyah Persatuan Islam (Persis)”, h. 2-3.
[5] Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS), “Profil Jam’iyyah Persatuan Islam (Persis)”, h. 3.
[6]K.H.M. Isa Anshori, “Menifes Perjuangan Persaatuan Islam”, Bandung: Pasifik,1958, h. 43.
[7] Qanun Asasi- Qanun Dakhili, “Penjelasan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam”, Bandung: PERSIS PRESS. 2005, h. 25.
[8] Qanun Asasi- Qanun Dakhili, “Penjelasan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam”, h. 7
[9] Asrohah Hanun,. “Sejarah Pendidikan Islam”, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1992, Cet 1, h. 167
[10] Deliar Noer, “Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942”,  Jakarta: LP3ES, 1980, h. 38-69
[11] Republika, “Islam Digest”,  Ahad, 3 Oktober 2010 / 24 Syawal 1431 H
[12] Qanun Asasi  - Qanun Dakhili, Penjelasan Qanun Asasi-Qanun Dakhili, (PERSIS: Pedoman Kerja, Program Jihad 2005-2010), Persatuan Islam. Bab: VIII, Tentang Dewan Hisbah, pasal 48, tentang Tugas dan Fungsi, pada ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa: Dewan Hisbah merupakan  Dewan pertimbangan, pengkajian shara’ dan fatwa dalam Jam’iyyah. Dewan Hisbah berkewajiban melakukan pengkajian shara’ atas berbagai persoalan yang berkembang.

[13] Ibid, psl: 51, ayat 1, dan 2, tentang kewajiban, bahwa Dewan Hisbah berkewajiban meneliti hukum-hukum Islam. Dan Dewan Hisbah berkewajiban merespon segala persoalan masarakat yang berkaitan dengan fatwa hukum.
[14] Zuhairini, et.al, “Sejarah Pendidikan Islam”, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, h. 190

[15] Deliar Noer, “Gerakan Moderen Islam di Indonesia (1900-1942)”, Jakarta: LP3ES, 1982, h. 101
[16] Nasution, “Sejarah Pendidikan Indonesia”, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, h. 115
[17] Nasution, “Sejarah Pendidikan Indonesia”,  h. 122
[18] Zuhairini, et.al, “Sejarah Pendidikan Islam”, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, h. 191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar