Jumat, 18 April 2014

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENDEKATAN PEADAGOGIS DAN PSIKOLOGIS

A.    PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENDEKATAN PEADAGOGIS DAN PSIKOLOGIS
Pendekatan ini menuntut kepada kita untuk berpandangan bahwa manusia didik adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniah dan jasmaniah yang memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses kependidikan.
Membimbing dan mengarahkan perekembangan jiwa dan pertumbuhan jasmaniah dalam pengertian pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian psikologis. Karena pekerjaan mendidik dan mengajar yang bersasaran manusia yang sedang berkembang dan bertumbuh itu harus didasarka atas tahap-tahap perkembangan/pertumbuhan psikologis dimana psikologi telah banyak melakukan studi secara khusus dari aspek-aspek kemampuan belajar manusia.
Tanpa didasari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan pengarahan yang bernilai paedagogis tidak akan menemukan sasarannya yang tepat, yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara paedagogik dengan psikologi saling mengembangkan dan memperkokoh dalam proses perkembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.
Berbagai hambatan dan rintangan yang bersifat psikologis dalam diri manusia didik telah diidentifikasikan oleh ahli psikologi (muslim) untuk diperhatikan oleh para pemroses kependidikan agar hambatan atau rintangan psikologis itu dapat diatasi dengan metode pendidikan yang tepat guna atau berdaya guna.
Allah telah menunjukkan berbagai gejala hambatan dari rintangan psikologis yang bermukim di dalam diri manusia, baik yang bersifat pembawaan maupun karena factor eksternal (dari luar). Firman Allah yang dinyatakan dalam kitab suci Al Qur’an berikut ini adalah contoh dari antara sekian banyak firman-Nya dalam Al Qur’an;
Îû NÎgÎ/qè=è% ÖÚz£D ãNèdyŠ#tsù ª!$# $ZÊttB ( óOßgs9ur ë>#xtã 7OŠÏ9r& $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç/Éõ3tƒ ÇÊÉÈ  
Di dalam hati mereka ada penyakit, [1]lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (Al Baqarah : 10).

Penyakit itu mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan mereka kepada kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kelemahan keyakinan inilah yang menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam kesumat terhadap Nabi, agama Islam, dan orang-orang Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit-penyakit tersebut dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pendidikan. Juga termasuk penyakit mental adalah sikap egocentrisme dan egoisme yang menggejala dalam bentuk perbuatan verbal mencela, mengejek, merendahkan orang lain, takabur, congkak, sombong, tinggi hati, tidak menghargai martabat orang lain dan lain-lain, seperti didiskripsikan dalam Al Qur’an sebagai cirri-ciri mental orang kafir dan munafik. Firman Allah;

#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% öNßgs9 (#qãYÏB#uä !$yJx. z`tB#uä â¨$¨Z9$# (#þqä9$s% ß`ÏB÷sçRr& !$yJx. z`tB#uä âä!$ygxÿ¡9$# 3 Iwr& öNßg¯RÎ) ãNèd âä!$ygxÿ¡9$# `Å3»s9ur žw tbqßJn=ôètƒ ÇÊÌÈ   #sŒÎ)ur (#qà)s9 tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqä9$s% $¨YtB#uä #sŒÎ)ur (#öqn=yz 4n<Î) öNÎgÏYŠÏÜ»ux© (#þqä9$s% $¯RÎ) öNä3yètB $yJ¯RÎ) ß`øtwU tbrâäÌöktJó¡ãB ÇÊÍÈ   ª!$# äÌöktJó¡o öNÍkÍ5 ÷LèeßJtƒur Îû öNÎgÏY»uŠøóèÛ tbqßgyJ÷ètƒ ÇÊÎÈ  

13. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.
14. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka[2], mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok."
15. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.(Al Baqarah; 13-15).

Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peristiwa paedagogis, sering pula menunjukkan beberapa penyakit mental orang munafik, orang musyrik dan kafir yang menggejala dalam prilaku lahiriah dalam pergaulan antara manusia. Seperti penyakit mental munafik diberitahukan oleh beliau dengan sabdanya sebagai berilkut;

Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu ketika ia berbicara, ia berdusta, ketika ia berjanji, ia mungkirinya, dan ketika ia diberi amanat, ia mengkhianatinya. (H.R. Buchari).

Jadi, ingkar janji dan berkhianat terhadap amanat, adalah tergolong penyakit mental yang menjadi cirri orang munafik. Pendidikan Islam bertugas menghilangkan kecenderungan manusia didik terhadap penyakit mental tersebut dengan mempergunakan berbagai metoda.
Sikap mental berkeluh kesah, mengumpat-umpat, menyalahkan pihak lain dan sebagainya, pada waktu tertimpa kesusahan, dan sikap melupakan Tuhan dan lalai, berwatak kikir dan sebagainya, juga tergolong penyakit mental seperti ditunjukkan dalam firman Allah dalam Q.S. Al Ma’arij ayat 19-22, sebagai berikut;
* ¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz %·æqè=yd ÇÊÒÈ   #sŒÎ) çm¡¡tB Ž¤³9$# $Yãrây_ ÇËÉÈ   #sŒÎ)ur çm¡¡tB çŽösƒø:$# $¸ãqãZtB ÇËÊÈ   žwÎ) tû,Íj#|ÁßJø9$# ÇËËÈ  

19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. 20. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21. dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, 22. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. (Al Ma’arij;19-22).

Dalam kaitannya dengan upaya menghilangkan penyakit-penyakit mental tersebut, pendidikan Islam mengembang-tumbuhkan sumber utama kekuatan mental-spiritual yang mampu menangkal segala bentuk penyakit mental, yaitu kekuatan Iman yang benar, ialah iman yang berdasarkan tauhid kepada Allah SWT.
Kekuatan iman inilah yang menjadi sumber motivasi manusia kea rah ketaqwaan kepada Allah yang menyatakan diri dalam berbagai bentuk amal-amal perbuatan saleh dan sikap ubudiyyahnya kepada Khalik melalui shalat, berzakat, shiyam, dan berhajji dan sebagainya.
Sebaliknya Allah juga menjelaskan ciri-ciri tingkah laku orang-orang yang beriman dan bertaqwa seperti antara lain disebutkan dalam Q.S. Al Mukminun ayat 1-6, sebagai berikut;
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# šcqàÊ̍÷èãB ÇÌÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ío4qx.¨=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ   žwÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ  

1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; [3]Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.(Al Mukminun; 1-6).


Ciri-ciri mentalitas Islami seperti tersebut di atas merupakan beberapa aspek mental positif yang hendak dikembang-tumbuhkan oleh pendidikan Islam melalui proses-proses yang direncanakan. Ciri-ciri keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, yang telah tertanam kuat dalam jiwa manusia didik akan menjadi sumber rujukan semua perbuatannya di masa dewasanya[4].



[1] Yakni keyakinan mereka terdahap kebenaran Nabi Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap Nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam.

[2] Maksudnya: pemimpin-pemimpin mereka.
[3] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[4] H.M. Arifin, M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner, Bumi Aksara: Jakarta, 1993, h. 136-139.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar