Jumat, 18 April 2014

FLEKSIBELITAS PENDIDIKAN

1.      Pengertian Fleksibel

Secara etimologi, Fleksibel berasal dari bahasa inggris “Flexible” yang berarti lentur, atau lunak. Sedangkan secara terminology, yang dimaksud dengan fleksibel adalah mudah untuk disesuaikan.
Tentang fleksibel tidak banyak referensi yang dapat diambil untuk mengartikannya kecuali kamus ilmiah dan bahasa inggris lengkap saja yang dapat membantu untuk sedikit memberikan penjelasan tentangnya.

2.      Pengertian Pendidikan
Dalam kehidupan ini sangatlah penting yang namanya pendidikan, penting bagi setiap orang untuk terbentuknya kepribadian yang utama pada dirinya (identitas diri) karena dalam pandangan yang sudah sangat umum tentang pendidikan diutarakan oleh Driyarkara yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda[1]. Maksudnya mengangkat manusia muda ke taraf insani haruslah diwujudkan didalam seluruh proses atau upaya pendidikan  secara maksimal.
Upaya memanusiakan manusia muda sebagaimana diungkapkan diatas harus mempunyai tujuan seperti tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab yang disebutkan dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen Bab II Pasal 6[2].

3.      Fleksibelitas Pendidikan
              Setelah mendefinisikan satu persatu tentang Fleksibel dan pendidikan, sekarang telah tergambarkan apa itu fleksibelitas pendidikan, yang di maksud dengan fleksibelitas pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia dengan berbagai cara yang mudah untuk disesuaikan. Artinya dalam melaksanakan pendidikan dapat dilakukan kapan saja, oleh siapa saja, dimana saja dan dengan cara apa saja yang dapat dengan mudah disesuaikan.
              Didalam tulisan ini, lebih menitik fokuskan pada Fleksibelitas pendidikan melalui metode dan cara-cara yang pernah dilakukan oleh Rasulullaah dalam pengajaran beliau. Diantaranya ;

1.      Metode Pengajaran Rosullullah Saw.
Metode pembelajaran dan mengajar dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan metode mengajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan metode pembelajaran dan mengajar dalam presfektif Al-Qur’an terutama dalam Surat Al-Maidah ayat 67.

1. Surat Al-Maidah ayat 67
* $pkšr'¯»tƒ ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia [3]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

Tersirat dalam Surat Al-Maidah ini mengandung makna bahwa menyampaikan risalah itu merupakan perintah Tuhan. Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan risalah kenabian kepada umatnya jika tidak maka nabi termasuk orang yang tidak menyampaikan amanat. Peringatan Allah kepada nabi mengakibatkan beliau sangat ketakutan sehingga dada nabi terasa sesak, saking beratnya tugas ini.
Kata-kata “baligh” dalam bahasa Arab itu merupakan pernyataan yang sangat jelas apalagi bentuknya fi’il “amr”. Dalam tafsir Al-Jalalin lafadz “baligh” terselip kandunganجميع (seluruhnya)5. Berarti nabi harus menyampaikan secara keseluruhan yang telah diterima dari Allah SWT. Tidak boleh ada yang disembunyikan sedikitpun dari Nabi (ولا تكتم شيئا منه ) 6. Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dijelaskan bahwa makna “baligh” dalam surat Al-Maidah merupakan fiil amr yang terkandung makna untuk menyampaikan seluruh yang diterima dari Allah SWT.[4]
Metode pengajaran ialah cara yang di gunakan guru dalam mengadakan hubungan dalam siswa pada saat berlangsungnya pengajaran, oleh karena itu, peranan metode pengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar.
 Metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru, dengan kata lain, terciptalah interaksi, indukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerakan atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing.
Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya, Rosulullah Saw menggunakan bermacam metode hal itu dilakukan untuk menghindarkan kebosanan dan kejenuhan siswa diantara metode ini yang diterapkan Rasulullah Saw yaitu[5] :
1). Metode ceramah,
2). Metode dialog,
3). Metode diskusi atau tanya jawab,
4). Metode demonstrasi,
5). Metode Eksperimen.

2.        Metode Pendidikan Akhlak Rasulullah Saw.
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[6]dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untukmeniru Nabi Ibrohim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian martabat dalam menyampaikan risalanya. Allah berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Seruan disini dengan macam-macam nasihat dan pengajaran yang telah Allah terangkan dalam Al-Qur’an untuk menjadi hujjah terhadap mereka, dan debatlah dengan cara yang paling baik.
Pada awalnya ayat ini berkaitan dengan dakwah Rasulullah SAW. Kalimat yang digunakan adalah fiil amr “ud’u” (asal kata dari da’a-yad’u-da’watan) yang artinya mengajak, menyeru, memanggil.  Adapun arah ajakan dan seruan  tersebut adalah kepada jalan Tuhan yaitu agama Islam.
ﺍﺪﻉﺍﻠﻰ ﺴﺑﻳﻞ ﺮﺑﻚ : ﺴﺑﻳﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻮ ﺍﻻﺴﻶﻢ
Adapun cara yang disebutkan adalah dengan hikmah yaitu dengan Al-Qur’an. Makna umum dari ayat ini bahwa nabi diperintahkan untuk mengajak kepada umat manusia dengan cara-cara yang telah menjadi tuntunan Al-Qur’an yaitu dengan cara Al-hikmah, Mau’izhoh Hasanah, dan Mujadalah. Dengan cara ini nabi sebagai rasul telah berhasil mengajak umatnya dengan penuh kesadaran. Ketiga metode ini telah mengilhami berbagai metode penyebaran Islam maupun dalam konteks pendidikan. Proses serta metode pembelajaran dan pengajaran yang berorientasi filsafat lebah (An-Nahl) berarti membangun suatu sistem yang kuat dengan “jaring-jaring” yang menyebar ke segala penjuru. Analogi ini bisa menyeluruh ke peserta didik, guru, kepala sekolah, wali murid, komite sekolah dan instasi lain yang terkait. Sehingga menjadi komponen pendidikan yang utuh, menjadi satu sistem yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain[7].
Dengan metode pendidikan akhlak Nabi mengaplikasikannya dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersisi kisah-kisah umat dahulu kala, supaya diambil pengajaran dan iktibar dari kisah itu[8]. orang yang taat dan patuh mengikuti Rosulullah Saw, akan mendapat kebahagiaan dan orang yang durhaka mendapatkan siksa, seperti kisah korun yang bakhil dan kisah musa yang berbuat baik kepada putri suaid dan lain-lain.
Metode pendidikan akhlak ini juga dilakukan dengan menggunakan metode penegasan dan uswat alhasanah, misalnya dengan menjelaskan kriteria orang-orang munafik dan akibatnya akan mempersaudarakan antara kaum anshor dengan kaum muhazirin, metode-metode akhlak pendidikan yang diterapkan Rosulullah Saw sangat berbekas di dalam polah tingkah laku para sahabat. Hal ini dapat dilihat kondisi umat saat itu yang betul-betul patuh dan taat kepada perintah Rosulullah Saw.
Dalam metode pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad Saw pada periode di mekah dan madinah :
1.         Melalui teguran langsung.
2.         Melalui sindiran.
3.         Pemutasan dari jama’ah.
4.         Melalui pemukulan.
5.         Melalui perbandingan kisah-kisah orang terdahulu.
6.         Menggunakan kata isyarat.
7.         Keteladanan.
Sedangkan memberikan materi pendidikan dapat tergambar dari sikap Rosulullah Saw ketika terjadi kursus pembelajaran antara jibril yang berprilaku sebagai murid dan Rosulullah Saw sebagai pendidik, konsep tersebut dapat tergambar dari apa yang telah dikemukakan oleh najib kolib al’amar[9].
3.      Tahapan Pendidikan Islam di Mekah
Tahapan pendidikan yang dilakukan Rosulullah Saw sejalan dengan tahap-tahapan dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini penulis membagi kepada tiga tahap :
a.       Tahap rahasia per-orangan
Pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi, mengingat kondisi sosio politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rosulullah Saw mendidik istrinya Kodijah untuk menerima dan penerima petunjuk-petunjuk Allah. Kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali bin Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid Ibnu Haritsah (seorang pembantu rumah tangga)..
b.      Tahap Terang-terangan
Secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun sampai turun wahyu berikutnya, yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul di bukit sofa menyuruhkan agar berhati-hati terhadap ajab yang keras di hari kiamat.
c.       Tahap Untuk Umum
Hasil secara dakwah terang-terangan yang terfokus kepada keluarga dekat, kelihatannya belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan maka, Rosulullah Saw mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada saruan umum, umat manusia secara keseluruhan.

4.      Kaedah Yang Digunakan oleh Rosulullah Saw.
Kaedah itru atau metod yang digunakan oleh Rosulullah Saw mudah dipahami seperti A, B, dan C. Rosulullah Saw menggunakan pendekatan pendidikan formal ialah suatu bentuk pendidikan tidak resmi. Ia berlaku pada sembarang tempat, pada sembara waktu, pada sembarang orang tidak kira kecil apa besar. Rosulullah Saw memberi periorit kepada pendidikan formal dari pada pendidikan formal (resmi). Karena kaedah informal lebih berkesan praktikan dan memberi hasil yang cepat dan konkrit, manakala pendidikan formal hanya menambahkan teori-teori yang dijarang di praktikannya.
Sistem pendidikan Rosulullah Saw ini kelihatan mempunyai maksud untuk melahirkan manusia yang mengamalkan ilmu, baginda tidak menekankan ilmu yang tinggi atau ilmu yang banyak, sebaliknya memberi keutamaan kepada pengalaman ilmu. Oleh karena itu sistem pendidikan Rosulullah Saw tidak memberi penekanan kepada penghafal, mengingat dan menulis kembali ilmu tetap ialah pada pengamalan. Maka sudah tentu tidak apa-apa kelulusan yang hendak di keluarkan.

5.      Sumber Ambilan Pendidikan Rosulullah Saw.
Dalam hal ini pendekatan yang digunakan Rosulullah Saw ialah pembinaan insan, sebab tanpa pembinaan insan (iman dan akhlak). Pembinaan material akan melahirkan masyarakat. Keamanan dan kebahagiaan hidup masyarakat akan hilang. Justru itu, sumber utama ambilan Rosulullah Saw untuk mendidik jiwa dan rohani. Langkah-langkah pendidik yang di ambil oleh Rosulullah Saw tentang jiwa dan pikiran manusia.
a.   Mendidik jiwa tauhid agar tumbuh rasa kehambaan yang tinggi terhadap Allah Swt. Ini dibuat dengan membawa manusia berfikir tentang kebesaran Allah Swt, kuasa Allah Swt, rahmat Allah Swt, serta nikmatnya.
b.   Mendidik hati agar rasa rindu dengan surga Allah Swt, rahmat Allah Swt, ke ampunan Allah Swt, bantuan Allah Swt, dan bantuan Allah Swt.
c.   Mendidik iman dan takwah di hati agar manusia takut dengan neraka dan ajab Allah Swt.
d.  Mendidik manusia agar melakukan amal soleh dan berakhlak mulia. Untuk itu Al-Qur’an banyak menceritakan sejarah hidup para Nabi dan Rosulullah Saw.
e.   Mendidik manusia agar menghindari sifat-sifat jahat dan agar selamat dari pada api neraka.

6.      Manfaat dari Metode yang Diterapkan Rasulullah Saw.
Manfaat yang diambil dari metode yang diterapkan Rosulullah Saw sebagai berikut :
a.          Mendengarkan pertanyaan dari murid.
b.         Memperkenakan kepada murid mengutarakan isi hatinya.
c.          Memilih tempat yang cocok untuk bertemu dengan peserta didik.
d.         Perhatian yang penuh terhadap murid-murid, memilih waktu yang tepat bertemu dengan peserta didik.

Dalam manfaat tersebut digambarkan wibawa, kondisi, sikap, dan sifat, serta posisi Rosulullah Saw sebagai guru menggambarkan sebagai sosok pendidik yang menguasai strategi dan metode pendidikan, Rosulullah Saw duduk di hadapan Jibril, menjawab pertanyaannya sesuai kemampuan, apabila persoalan tidak diketahui jawaban secara pasti maka Rosulullah Saw tidak malu untuk mengatakan tidak tahu, Rosulullah Saw mendengarkan secara seksama dan teliti pertanyaan yang diajukan oleh Jibril sehingga ia mampu menjawabnya dengan tepat pula, hal ini menggambarkan kondisi pelaksanaan yang kondusif[10].
Nilai-nilai pendidikan Islam pada zaman Rosulullah Saw antara lain, yaitu :
1.       Pertanyaan yang diberikan harus jelas,
2.       Pertanyaan yang akan disamapaikan harus ringkas.
3.       Persiapan jasmani dan rohani untuk mencari ilmu.
4.       Siap mendengarkan dengan baik setelah menyampaikan pertanyaan.
5.       Senang dalam menyampaikan pertanyaan dan tidak disampaikan sekaligus.
6.       Pertanyaan yang disamapaikan harus bermanfaat.
7.       Suasana pertanyaan yang akurat dan ilmia.
8.       Pemilihan waktu yang tepat untuk bertemu dengan guru, duduk mendekat dengan guru.
9.       Posisi duduk murid yang menyehatkan.
Dalam hal ini peserta didik ditentukan agar mengajukan pertanyaan yang mudah dipahami oleh guru, tidak berbelit-belit bahasa lain, singkat, dan tepat sasaran posisi Jibril sangat dekat dengan Rosulullah Saw.
Dalam hal ini mengajarkan agar siswa yang sedan belajar agar dekat dengan guru tujuannya agar komunikasi lebih lancar dan tepat menyatukan hati dengan penuh kasih sayang, Jibril mendengarkan Rosulullah Saw dengan sesama dan hati-hati dan tidak menannyakan pertanyaan lain sebelum Rosulullah Saw menjawab satu pertanyaan Jibril secara tuntas. Hal ini keliatannya sikap Rosulullah Saw sebagai pendidik sudah sepantasnya di jadikan pendidikan acuan bagi pelaksanaan, pendidikan Islam terutama dalam proses belajar mengajar, Rosulullah Saw dalam mendidik anak dapat dilihat dalam arti yang baik, namun pengajaran Rosulullah Saw dalam menghadapi anak-anak mengajar usia vuberitas sebagai berikut :
1.       Mengajar anak usia puber untuk mendiskusikan inti permasalahan sehingga pemikirannya tidak terpecah.
2.       Rosulullah Saw menguasa aspek psikis anak usia puber.
3.       Rosulullah Saw membuka dialog dengan usia anak puber.
4.       Rosulullah Saw memberikan pertanyaan yang banyak.
Dengan menjalankan pendidikan Islam di masa Rosulullah Saw untuk melihat atau kader penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi juga mengevaluasi sahabat-sahabat Rosulullah Saw, mengetahui pengetahuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan tugas untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan Rosulullah Saw, sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh parasahabat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka namun evaluasi kemampuan untuk dijadikan utusan kesuatu daerah mengajarkan ke agama Islam misalnya berdialog Rosulullah Saw dengan muadzh bin Jabar ketika muadzh akan di utus sebagai kadi kenegara nyaman, evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara bertanya tentang suatu masalah hukum secara langsug kepada Rosulullah Saw.





[1] Hera Lestari Mikarsa, Agus taufiq & Puji Lestari Prianto, Pendidikan Anak SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) h. 1.2
[2] Murip Yahya, Pengantar Pendidikan, (Bandung: Prospect, 2008) h. 84
[3] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
[5] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., ”Sejarah Pendidikan Islam”, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 16.
[6] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
[8] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., hlm. 16.
[9] Ibid,.hlm. 17.
[10] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., ”Sejarah Pendidikan Islam”, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar