Jumat, 18 April 2014

KONSEPSI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A.    Konsep Belajar
1.      Pengertian Belajar
Pengertian belajar dapat dilihat secara mikro maupun makro, Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Sedangkan dalam pengertian sempit, belajar adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya[1].
Mengenai belajar, hampir semua ahli telah merumuskan dan membuat tafsirannya. Seringkali perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Tetapi pada intinya mempunyai prinsip tujuan belajar yang sama yaitu perubahan tingkah laku.
Adapun beberapa pengertian belajar yang telah dirumuskan dan ditafsirkan, yaitu sebagai berikut:
1.      Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Maksudnya, belajar merupakan proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingatkan, akan tetapi lebih luas dari itu,yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguaaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.
2.      Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Maksudnya, menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar[2].
3.      Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya[3].


2.      Pengertian Mengajar
Membahas tentang mengajar tidak bisa dilepaskan dari belajar, pada dasarnya mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Jika dapat dikatakan, belajar adalah milik peserta didik maka mengajar adalah sebagai kegiatan guru[4].
Dapat didefinisikan, Mengajar adalah suatu proses yang kompleks yang tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar lebih baik pada seluruh siswa[5].  
Tentang mengajar terdapat beberapa pendapat yang dipandang sebagai pendapat yang lebih menonjol, adapun pengertian mengajar tersebut, yaitu:
1.      Mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik atau murid di sekolah.
2.      Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
3.      Mengajar merupakan usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa.
4.      Mengajar atau mendidik yaitu memberikan bimbingan belajar kepada peserta didik atau murid.
5.      Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat.
6.      Mengajar ialah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari[6].

3.      Proses Belajar Mengajar
Jika sedang terjadi proses belajar, maka bersamaan itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajar, dan begitu pula sebaliknya kalau ada yang mengajar tentu ada yang belajar. Sebenarnya, terjadinya proses belajar mengajar/ saling berinteraksi itu suatu kondisi yang unik, Karena secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing pihak berada dalam suasana belajar, jadi guru walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan belajar[7].
Secara mendalam dapat ditelusuri bahwa proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran, diantara komponen itu dapat dikelompokan ke dalam tiga katagori utama, yaitu : Guru, Materi Pelajaran, dan Peserta didik[8]. Sebagaimana masing-masingnya telah dijelaskan diatas.
Menilik lebih dalam lagi, setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses belajar-mengajar, baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak disadari. Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya disebut hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar. Tetapi agar memperoleh hasil yang optimal, proses belajar mengajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisasi secara baik[9].
Proses belajar mengajar, didalamnya  guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subjek belajar, dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efesien[10].
Proses belajar mengajar sama halnya dengan pembelajaran yang berorientasi pada hal-hal dibawah ini, diantaranya :
1.      Membantu menumbuhkan nilai-nilai kebaikan, kejujuran, keadilan, kecerdasan, dan akhlak mulia dikalangan peserta didik
2.      Membentuk mental unggul dan mental juara. Guru berupaya mendorong para peserta didik memiliki mental juara/mental yang unggul. Yakinkan para peserta didik bahwa semua orang mempunyai potensi besar untuk menjadi yang terbaik, tapi potensi itu tidak berkembang karena terhalang oleh sikap malas, tidak percaya diri, dan sikap penakut.
3.      Meningkatkan kualitas logika, akhlak, dan keimanan secara seimbang sehingga terbentuk kepribadian Islam yang kaafah, yakni yang menjadikan islam secara utuh dan total dalam arti menjadikan islam bukan sekedar urusan sholat dan shaum saja tapi menyatu dengan seluruh praktek kehidupan di mana pun mereka berada, baik di rumah, sekolah, maupun tempat-tempat lainnya.
4.      Membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, ketidakadilan, dan dari buruknya hati, akhlak, dan keimanan.
5.      Melatih daya ingat. Melatih daya ingat bukan saja dapat “mengobati” penyakit lupa tapi juga akan meningkatkan kemampuan, ketajaman, dan kecepatan berpikir.
6.      Berorientasi pada manfaat praktis bagi peserta didik.
7.      Mempersiapkan masa depan peserta didik yang lebih berkualitas, mandiri, berkpribadian, dan berdaya saing.
8.      Meningkatkan kemajuan iptek, modernisasi, dan industrialisasi sehingga dengan itu peserta didik dapat menggali dan memberdayakan kehidupan dunia secara efektif dan optimal[11].
Selain orientasinya, pembelajaran memiliki fokus yang diarahkan pada hal-hal berikut, diantaranya :
1)      Membantu kesulitan belajar peserta didik sehingga mereka dapat belajar dengan sendirinya. Dengan demikian mereka memahami apa yang harus dilakukan, kapan belajar itu dilakukan, dengan cara apa, dan bagaimana melakukan belajar dengan baik.
2)      Membantu menumbuhkan motivasi, semangat, kepercayaan diri, disiplin, dan tanggung jawabnya di kalangan para peserta didik dalam meningkatkan kualitas diri.
3)      Menumbuhkan budaya catat dan budaya baca secara baik pada para peserta didik.
4)      Proses belajar mengajar/pembelajaran disesuaikan dengan irama dan gaya belajar peserta didik. Guru tidak memaksakan pada suatu gaya tertentu mengikuti gaya dan pola secara seragam.
5)      Menata lingkungan pembelajaran menjadi lingkungan yang nyaman, tidak menjenuhkan, dan tidak membosanan.
6)      Menumbuhkan kreativitas dan rasa ingin tahu dikalangan para peserta didik.
7)      Menumbuhkan budaya baca dan budaya catat. Meski demikian proses pembelajaran tidak menekankan pada menghafal fakta.
8)      Proses pembelajaran menekankan pada kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Materinya diarahkan pada pencarian dan penemuan konsep dan teori baru dengan cara mengkonstruksikan makna dibalik materi ajar.
9)      Dalam proses pembelajaran, para peserta didik dirangsang untuk bertanya dan siap menjawab pertanyaan dari guru atau dari sesama teman.
10)  Guru melakukan penilaian riil terhadap kemampuan dan perkembangan belajar peserta didik, apakah pengalaman belajarnya berpengaruh secara positif terhadap proses pematangan kualitas dirinya atau tidak[12].
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan efektif dan bermakna apabila memberikan keberhasilan dan kepuasan baik bagi peserta didik maupun guru. Kepuasan yang dirasakan oleh seorang guru apabila telah melaksanankan tugas mengajar dengan baik dan peserta didiknya belajar dengan kesungguhan hati serta kesadaran diri yang tinggi. Semua itu hanya akan dicapai apabila guru memiliki sikap dan kemampuan dasar profesional yang memadai untuk mengelola proses belajar mengajar yang efektif[13].
B.     Konsep Pembelajaran
1.      Pengertian Pembelajaran Menurut Beberapa Pakar
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau mahluk hidup belajar. Menurut Kimble dan Garmecy dalam Pringgawidagda, pembalajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegitan pembelajaran.
Selain itu, Rombepajung juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau suatu keterampilan melalui mata pelajaran, pengalaman atau pengajaran. Pembelajaran membutuhkan sebuah proses yang didasari yang cenderung bersifat permanen dan mengubah perilaku. Pada proses tersebut terjadi pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan kognitif. Selanjutnya, keterampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada keaktifan siswa dalam merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada diri siswa ataupun lingkungannya[14].

2.      Arti tujuan pembelajaran
Banyak pengertian yang diberikan para ahli pembelajaran tentang tujuan pembelajaran, yang satu memiliki kesamaan di samping ada perbedaan sesuai dengan sudut pandang garapannya. Robert F.Mager misalnya memberikan pengertian tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai  atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Pengertian kedua dikemukakan oleh Edwar L Dejnozka dan David E Kapel, juga Kemp yang memandang bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang konkrit serta dapat dilihat dan fakta yang samar. Definisi ketiga dikemukakan oleh Fred Percival dan Henryy Ellington yakni tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan mewujudkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar[15].

3.      Landasan pembelajaran
Pembelajaran dikondisikan agar mampu mendorong kreatifitas anak secara kesuluruhan, membuat siswa aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam kondisi menyenangkan. Oleh sebab itu, Muhandar berpendapat bahwa setiap pengajar harus berkeyakinan:
1.      Belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan.
2.      Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik.
3.      Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk mendapat pengalaman, gagasan, minat, bahan mereka di kelas. Mereka dimungkinkan untuk membicara bersama dengan guru tujuan bekerja/belajar setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan bagaimana tercapainya tujuan pemebelajaran tersebut.
4.      Anak perlu merasa nyaman di kelas, dan dirangsang untuk selalu belajar. Hendaknya tidak ada tekakanan dan tegangan.
5.      Anak harus mempunyai rasa memiliki kebanggaan di dalam kelas. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan memajang (display) hasil karya (portopolio) mereka di kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah.
6.      Guru merupakan narasumber (fasilitator, mediator) bukan polisi atau dewa. Anak harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman dekat dengan guru. Anak bukanlah robot, karena robot kecil tidak akan belajar, dan juga tidak kreatif.   
7.      Guru memang harus kompeten, tetapi tidak perlu sempurna.
8.      Anak perlu merasa bebas mendiskusikan masalah secara terbuka baik dengan guru maupun dengan sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka dan mereka berbagi  tangungjawab untuk mengaturnya.
9.      Kerjasama bernilai lebih daripada kompetisi, walau pada akhirnya mereka harus bertanggungajawab secara pribadi.
10.  Pengalaman belajar (learning experience) hendakanya dekat dan berasal dari pengalaman yang diperoleh dari dunia nyata (real world).
Pembelajaran efektif hanya mungkin terjadi jika didukung guru yang efektif. Pakar pendidikan Gillbert H.Hunt dalam bukunya effective teaching, menyebutkan ada tujuh kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pembelajaran efektif, yaitu:
1)      Sifat, guru harus memiliki sifat antusias , memberi rangsangan, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, dapat dipercaya, fleksibel dan dapat menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggungjawab pada kegiatan belajar.
2)      Pengetahuan, memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus menerus perkembangan dalam bidang ilmunya.
3)      Apa yang disampaikan, mampu memberikan jaminan bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasan, semua kompetensi dasar yang diharapkan siswa secar maksimal.
4)      Bagaimana mengajar, mampu mejelaskan berbagai informasi secara jelas dan terang, memberikan layanan yang variatif (menerapkan metode mengajar secara bervariasi), menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok kecil secara efektif, mendorong siswa untuk berpartisipasi, memonitor bahkan sering mendekati siswa, mampu mengambil keuntungan dari kejadian-kejadian yang tidak teduga.
5)      Harapan, mampu memberikan harapan kepada siswa, mampu membuat siswa akuntabel, dan mendorong partisipasi orang tua, dalam memajukan kemampuan akademik siswanya.
6)      Reaksi guru tehadap siswa, mampu menerima berbagai masukan, resiko, tantangan, selalu memberikan dukungan kepada siswanya, konsisten dalam kesepakatan-kesepakatan dengan siswa.
7)      Manajeman, mampu menunjukan keahlian dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasikan kelas sejak hari pertama bertugas, cepat memulai kelas, melewati masa transisi  dengan baik, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efesien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, memiliki teknik untuk mengotrol kelas, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, jika perlu memberi hukuman dalam bentuk hukuman paling ringan.



4.      Kondisi ideal pembelajaran
Pembelajaran yang baik sudah tentu harus memiliki tujuan. Banyak tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh para ahli. Semuanya menuju idealisasi pembelajaran. Guru yang profesional harus mampu mewujudkan atau paling tidak mendekati pembelajaran yang ideal. Tujuan pembelajaran yang ideal adalah agar murid mampu mewujudkan perilaku belajar yang efektif, diantaranya seperti yang dinyatakan oleh Ian James Mitchell dalam disertasinya yang diujikan di Monash University, Melbourne berjudul Teaching for Quality Learning, sebagai berikut:
1)             Perhatian siswa yang aktif dan terfokus kepada pembelajaran.
2)             Berupaya menyelesaikan tugas dengan benar.
3)             Siswa mampu menjelaskan hasil belajarnya.
4)             Siswa difasilitasi untuk berani menyatakan kepada guru tentang apa-apa yang belum dipahami.
5)             Siswa berani menyatakan ketidaksetujuan.
6)             Siswa dimotivasi untuk berani meminta informasi yang relevan dengan topic bahasan lebih lanjut.
7)             Setelah selesai mengerjakan suatu tugas, siswa terbiasa melakukan cek terhadap ahsil kerja, jika mempunyai kesalahan segara memperbaiki kesalahannya.
8)             Dalam mencoba menyelesiakan masalah siswa dibiasakan mengambil sebagai contoh pengalaman pribadi atau kehidupan nyata maupun anekdot.
9)             Siswa dibiasakan bertanya dengan pertanyaan yang mencerminkan keingintahuan.
10)         Siswa dimotivasi untuk mengembangkan isu yang muncul di kelas.
11)         Siswa dibiasakan membentuk atau memengembangkan kaitan antara topik dan subjek yang berbeda atau antara kehidupan nyata dengan tugas-tugas sekolah.
12)         Bila mengahdapi jalan buntu, siswa difasilitasi untuk mengacu  hasil kerja terdahulu sebelum meminta bantuan kepada orang lain.
13)         Doronglah siswa agar mampu berinisiatif mewujudkan sejumlah kegiatan yang relevan.
14)         Fasilitasi agar mampu terbentuk sebagai pribadi yang tabah, tahan uji, tangguh, tidak mudah menyerah.
15)         Siswa diakomodasi untuk mampu bekerjasama dengan selayaknya (bukan dalam ujian).
16)         Tawarkan kepada siswa gagasan alternative atau pemahaman baru.
17)         Pertimbangan semua gagasan alternative pemecahan masalah.
18)         Lihatlah kemungkinan untuk memperluas pemahaman.
Sementara itu para kontrukstivis menyampaikan sejumlah kriteria agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif antara lain:
1)             Harus diciptakan situasi yang menyenangkan.
2)             Belajar yang menarik perhatian siswa (enggeded learning) adalah menyenangkan karena menantang, relevan, mengarah tujuan, serta didukung dengan metode yang memungkinkan tercapainya keberhasilan.
3)             Hampir semua siswa dapat dan akan belajar bila didukung oleh guru dan lingkungan belajar yang efektif.
Terkait dengan pencapaian berbagai kriteria pembelajaran efektif tersebut di atas. Shulman, seorang kontruksivis yang lain, mendaftarkan sejumlah prasyarat yang harus dikuasai oleh guru. Pengetahuan itu antara lain meliputi:
1)             Pengetahuan tentang siswanya.
2)             Pengetahuan tentang subjek yang akan diajarkan.
3)             Pengetahuan umum tentang proses pembelajaran, manajeman kelas, serta organisasi.
4)             Pengetahuan tentang konten pedagogis, yang meliputi: pengetahuan tentang kurikulum, baik materinya maupun program-programnya, pengetahuan tentang mengajarkan berbagai pokok bahasan, pengetahuan tentang situasi dan konteks pendidikan, pengetahuan tentang tujuan pendidikan, tujuannya umumnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya[16].
Dalam ini, Ronald Gross dalam bukunya berjudul Peak learning, sebagai akibat praktik belajar yang kurang kondusif, tidak demokratis, tidak memberikan kesempatan untuk berkreasi dan belum seluruh potensi anak dididik secara optimal, telah mengidentifikasi enam mitos tentang belajar. Keenam mitos itu sebagai berikut:
1)             Belajar itu membosankan, merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan.
2)             Belajar hanya terkait dengan materi dan keterampilan yang diberikan ke sekolah.
3)             Pembelajar harus pasif, menerima dan mengikuti apa yang diberikan guru.
4)             Di dalam belajar, si pembelajar di bawah perintah dan aturan guru.
5)             Belajar harus sistematis, logis dan terencana.
6)             Belajar harus mengikuti seluruh program yang telah ditentukan.
Mitos semacam itu timbul kerana dilandasi oleh fakta, banyak praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukan pelaksanaan hal-hal tersebut. Oleh sebab itu, harus diciptakan suasana agar belajar di sekolah berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 

5.  Pengelolaan kelas dalam pembelajaran
Tidak dapat dielakkan bahwa dalam situasi pembelajaran guru akan menghadapi berbagai keragaman. Keragaman itu meliputi keragaman latar budaya, ras, suku, agama, etnik, jenis kelamin, tingkat ekonomi dan banyak hal lagi. Biasanya guru, karena pengalamannya mampu beradaptasi terhadap hal-hal seperti itu. Ia dapat menyiasatinya, misalnya dengan penerapan pembelajaran kooperatif (kooperatif learning) dan bersikap adil terhadap siswa. Namun, sering kali guru mengalami kesulitan jika keragaman itu terkait dengan keragaman kemampuan siswa dalam belajar. Dalam kaitan ini, Donlad P.Kauchak menyarankan agar pengelolaan kelas oleh guru memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)             Ciptakan ruang kelas yang multidimensional, dan juga buatlah rancangan proses pembelajaran yang mengambarkan keragaman kemampuan belajar tersebut.
2)             Buatlah rancangan waktu yang fleksibel namun tetap dalam koridor satuan waktu yang ditetapkan kurikulum.
3)             Kelompokkan siswa berdasarkan basis kemampuannya (achievement group)
4)             Persiapkan setrategi pembelajaran untuk kelompok yang lamban dengan strategi yang tidak saja akan mengantarkan mereka memahami tugas-tugasnya, tetapi juga mampu meningkatkan kemampuan belajar mereka.
5)             Gunakan tutorial sebaya (peer teaching) dan belajar bersama untuk menambahkan kemampuan dan pengalaman masing-masing.
Dalam kaitan ini apa yang digambarkan oleh Gary Flewelling dan William Higginson, yang beraliran kontruktisivis dalam publikasinya berjudul Teaching with Rich Learning Taks dapat menjadikan acuan yang baik[17].

6.         Hasil pembelajaran
Seperti variable dan kondisi pembelajaran, variable hasil pembelajaran juga dapat diklasifikasikan dengan cara yang sama. Pada tingkat yang amat umum sekali, hasil pembelajaran dapat diklasifikasi menjadi 3, yaitu:
1)        Keefektifan (effectiveness)
2)        Efesiensi (effeciency)
3)        Daya tarik (appeal)      
Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian belajar. Ada empat aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu: (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau yang disebut dengan “tingkat kesalahan”, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih belajar, (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Efesiensi pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai belajar dan/atau jumlah biaya yang dapat digunakan.
Daya tarik pembelajaran diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dalam bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya, pengukuran untuk kecenderungan siswa untuk terus belajar atau tidak terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri dengan bidang studi.[18]

7.         Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran
Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya di dalam memilih bahan ajar, sarana dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingnya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar yang optimal. Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.[19]
Belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaruan dalam tingkah laku dan kecakapan. Menurut Purwanto, berhasil atau tidaknya perubahan tersebur dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang dibedakan menjadi dua golongan sebagai berikut:
1.         Faktor yang ada pada diri organisme tersebut yang disebut faktor individual. Yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.       Faktor kematangan dan pertumbuhan
Faktor ini berhubungan erat degan kematangan atau tingkat pertumbuhan organ-organ tubuh manusia. Misalnya anak usia enam bulan dipaksa untuk belajar jalan, meskipun dilatih dan dipaksa anak tersebut tidak akan mampu melakukannya.
b.      Faktor kecerdasan atau intelegensi
Disamping faktor kematangan, berhasil atau tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dipengaruhi pula oleh faktor kecerdasan.
c.       Faktor motivasi
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Seseorang tidak akan mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui pentingnya dari hasil yang akan dicapai dari belajar.
d.      Faktor pribadi
Sifat-sifat kepribadian, seperti keras hati, tekun, gigih dan lain-lain turut akan berpengaruh dengan hasil belajar yang dicapai. Termasuk ke dalam sifat-sifat kepribadian ini adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.
2.         Faktor yang ada diluar induvidu yang disebut juga faktor sosial
a.       Faktor keluarga atau keadaan rumah
b.      Faktor guru dan cara mengajarnya
c.       Faktor alat-alat yang digunakan dalam pembelajaran
d.      Faktor lingkungan dan kesmpatan yang tersedia
e.       Faktor motivasi sosial[20]



[1] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, h. 20-21
[2] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, h. 27-28
[3] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, h. 20
[4] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, h. 47
[5] Mohamad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1987) h. 11
[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, h. 44-52
[7] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, h. 19
[8] Mohamad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, h. 4
[9] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, h. 19
[10] Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, h. 19-20
[11] Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, h. 67-68
[12] Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, h. 68-69
[13] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Didaktik/Metodik Umum, h. 40
[14]Muhammad Thobroni, Arif Mustofa.Belajar dan pembelajaran, Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan, h18-19
[15] Hamzah B Uno, Perencanaan Pembelajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011).cet VII.h35
[16]Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011).h 207-  2012
[17] Suyono dan Hariyanto, Belajar dan pembelajaran, Teori dan Konsep Dasar, h 235
[18] Hamzah B Uno. Perencanaan Pembelajaran. cet VII. h 21
[19] Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran.(Bandung:Alfabeta, 2012).cet VI.h79
[20] Moh.Thobroni & Arif Mustofa, Belajar & Pembelajaran,  Pengembangan Wacana  Dan  Praktik Pembelajaran  Alam  Pembangunan Nasional. h31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar