Oleh : Indra Nurul Hayat*
1. Nabi Muhammad telah Yatim Piatu Sejak Kecil .
Nabi Muhammad Al-Amin, dilahirkan pada hari Senin 12 Rabi'ul awal tahun gajah, dinamakan tahun gajah karena pada waktu itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi dengan menunggang gajah menyerbu untuk menghancurkan Ka’bah[1] atau lebih tepatnya dengan tahun 570 Masehi. Beliua adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqoyah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatife miskin.[2]
Beliau dilahirkan oleh seorang Ibu bernama Siti Aminah Binti Wahab dan ayahnya Abdullah Bin Abdul Muthalib, keturunan Bani Ismail, putra Nabi besar Ibrahim as yang dijanjikan oleh Allah, dan sekaligus merupakan kakak dari Nabi Ishak, putra Nabi Ibrahim dari Siti Sarah yang menurunkan Nabi-nabi besar untuk umat Israel.[3]
Abdullah, Ayah Nabi Muhammad meninggal dunia tiga bulan ketika Nabi Muhammad masih dalam kandungan Ibunya. Tepatnya ketika berada di Yastrib dalam perjalanan berdagang.[4]
Ketika beliau masih bayi, selain menyusu kepada ibu kandungnya, Nabi Muhammad juga pernah disusui oleh Tsuwaibah Al Aslamyah dari Bani Aslam yang juga budak dari Abu Lahab, bersama-sama dengan Hamzah bin Abdul Muthalib pamannya yang sebaya usianya dengan Nabi Muhammad, dan selanjutnya menyusu kepada Halimah Al-Sa'diyah, dari Bani Sa'ad yang terletak antara Mekkah dan Thaif yang bersuamikan Abu Zuaib.[5]
Sejak dari kandungan ibunya, hingga ia lahir, Nabi Muhammad sudah menunjukkan berbagai mukjizatnya sebagai tanda-tanda kenabiannya kelak dikemudian hari, sebab Nabi Muhammad juga merupakan Nabi yang paling banyak dikaruniai mukjizat oleh Allah.[6]
Setelah masa penyusuannya usai, Nabi Muhammad kembali kepelukan ibunya, Siti Aminah. Setahun kemudian, Muhammad kecil beserta ibunya dan seorang pengasuhnya bernama Ummu Aiman melakukan ziarah kemakam Abdullah, ayah Nabi Muhammad dan suami Aminah di Yastrib. Selama satu bulan mereka tinggal di Yastrib dengan menumpang dirumah keluarga mereka dari Bani Najjar. Dalam perjalanan pulang kembali kekota Mekkah, tepat disebuah desa bernama Abwaa', Aminah jatuh sakit dan wafat disana, waktu itu usia Nabi Muhammad sudah 6 tahun. Karena jaraknya kekota Mekkah masih cukup jauh, akhirnya jenazah Aminah dikuburkan didesa Abwaa' tersebut dan Nabi Muhammad beserta pengasuhnya, Ummu Aiman kembali kekota Mekkah berdua.[7]
Abdullah telah pergi, Aminah pun telah pula pergi setelah keduanya melakukan kewajiban yang diamanatkan kepada keduanya. Anak yang mulia itu kini menjadi yatim piatu seperti kehendak Allah, kehilangan ibu sebagaimana ia telah lebih dulu kehilangan ayah, tidak ada lagi yang akan menolongnya dalam segenap hal selain daripada Allah yang sudah mentakdirkan sekalian takdir.
Tuhan memanggil kedua orang tuanya, dan Tuhan juga yang menanggung akan memelihara anak yang mulia itu selain daripada pengasuhnya Ummu Aiman, yang sekarang berfungsi sebagai ibu baginya dan juga kelak dikemudian harinya sebagai saksi hidup mengenai apa dan siapa sesungguhnya sosok Nabi Muhammad itu. Ummu Aiman yang memelihara Nabi Muhammad dalam perjalanan tersebut, mengurusi makan dan tidurnya, menjaganya dari semua mara bahaya, hingga akhirnya tiba dikota Mekkah dan diserahkan pada Abdul Muthalib, kakeknya.[8]
2. Nabi Muhammad dalam Asuhan Kakek dan Paman Beliau.
Nabi Muhammad hanya dua tahun di asuh oleh Kakeknya Abdul Mutholib. karena pada usia 80 tahun, Abdul Muthalib kembali kerahmatullah, wafat dengan tenang dengan sebelumnya telah menyerahkan pengurusan Nabi Muhammad kepada putra tertuanya Abu Thalib yang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penguasa tertinggi dikota Mekkah saat itu. Walaupun kehidupan keluarga Abu Thalib sendiri sangatlah serba kekurangan, dia menghidupi keluarganya dengan jalan berdagang. Sejak itulah, Nabi Muhammad mulai belajar berdagang dan membantu pamannya didalam menjalankan roda kehidupan.
Kejujurannya, keterjauhannya dari semua yang bersifat keberhalaan, kedisiplinannya, ketangkasannya serta keuletan kerjanya membuat ia digelari orang dengan nama Al-Amin yang berarti orang yang jujur atau terpercaya, meski saat itu ia masih kecil. Dan sebagaimana di utarakan dalam hadits yang artinya “Nabi Muhammad ( termasuk 24 Nabi lainnya ) tidak pernah melakukan perbuatan senonoh.( H.R. Baihaqi )”[9]
Pada usianya yang ke-12 tahun, Nabi Muhammad Al-Amin menemani pamannya Abu Thalib pergi berdagang kekota Syiria dan dalm perjalanan bertemu dengan seorang rahib bernama Buhaira.[10] Rahib itu sendiri adalah seorang pengikut setia ajaran Isa Almasih dari Nashara. Dia bukanlah dari seorang yang menyekutukan Tuhan sebagaimana kebanyakan ahli kitab lainnya. Ensyclopedia of Britannica telah mencatat bahwa Buhaira adalah seorang ulama Nashara yang sangat tinggi ilmu agamanya dan ia pernah memegang jabatan Patriarch di Konstantinopel dari tahun 428 - 431 Masehi. Kedudukannya amatlah tinggi, pengikutnya pun cukup banyak. Namun karena faham Bahira adalah mengesakan Tuhan, diapun ditindas dan dibuang.[11]
Sang rahib itu memberikan nasehat kepada Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah syiria, sebab dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda kenabian pada Nabi Muhammad, akan berbuat jahat kepadanya. Dan juga mewanti-wanti agar merawat dan menjaga Muhammad sebaik mungkin sebab dia telah lebih dahulu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad, sebagaimana yang termaktub dalam ajaran Isa Almasih sejati.[12]
Sejak itulah pamannya Abu Thalib begitu teliti dan hati-hati sekali didalam menjaga Nabi Muhammad, bahkan curahan kasih sayang yang diberikannya kepada Al-Amin ini melebihi apa yang diberikannya kepada putra kandungnya sendiri.
3. Nabi Muhammad Menikah.
Pada usianya yang ke-25 tahun, Nabi Muhammad menikah dengan seorang wanita saudagar terhormat dan merupakan orang terkaya waktu itu diantara penduduk Mekkah, namanya Siti Khadijjah binti Khuwailid Bin Abdul Uzza Bin Qushai ditahun 596 M.
Khadijjah digelari orang dengan sebutan Saydah Quraisy atau Ibu Quraisy. Sebelum menikah dengan Muhammad, Khadijjah sudah dua kali bersuami dengan orang kaya dari Bani Muchzum, suami pertamanya bernama Abu Hilal Annabasy bin zurarah dan yang kedua bernama Atik bin Abid al Makhzumi tapi keduanya meninggal dunia dan ia sendiri telah mempunyai dua orang anak dari hasil perkawinannya terdahulu itu. [13]
Meskipun Khadijjah berusia 40 tahun dengan dua orang anak pada masa itu, namun cinta Muhammad kepadanya adalah cinta yang penuh terus menerus selama 25 tahun sesudahnya, yaitu hingga Muhammad berusia 50 tahun dan Khadijjah berusia 65 tahun dengan dikaruniai 6 orang anak.
Karenanya pula selain bergelar Saydah Quraisy, Siti Khadijjah juga digelari sebagai wanita yang Al-Wadud Al-Walud, artinya seorang wanita yang sejati dan punya banyak anak. Adapun anak-anak dari perkawinan Muhammad dengan Khadijjah adalah Al-Qasim, Abdullah At-Tahir, Zainab, Ruqayah, Ummu kalsum dan Fatimah Uzzahra. Adapun Al -Qasim dan Abdullah At-Tahir, wafat sejak kecilnya.[14]
4. Peran Nabi Muhammad di dalam Islam.
Berasal-usul dari keluarga sederhana yang telah dijelaskan diatas, Nabi Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.[15]
Umumnya, bangsa Arab pada zaman Nabi Muhammad tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala. Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Nabi Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Maha kuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala Nabi Muhammad berusia empatpuluh tahun setelah menerima Wahyu dari Allah SWT, Nabi Muhammad yakin bahwa Allah SWT telah menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar,tepatnya agama Islam sekarang.[16]
Selama tiga tahun Nabi Muhammad hanya menyebar agama Islam terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 Nabi mulai tampil di depan publik. Begitu Nabi sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembuat onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.[17]
Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah Nabi susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Madinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat Nabi dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Nabi Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mekkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Nabi Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidup Nabi, Beliau menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Nabi Muhammad wafat tahun 632, Nabi sudah memastikan bahwa Beliau selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.[18]
Nabi Muhammad ketika di mekkah hanya bisa menjadi pemimpin Agama saja, sebab adanya kaum kafir Quraisy yang benar-benar menentang ajaran yang di bawa oleh Nabi dan begitu masih kuatnya ajaran nenek moyang kaum kafir Quraisy tersebut, akan tetapi setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad selain di jadikan sebagai pemimpin Agama, juga sebagai pemimpin politik di Madinah.
Adapun beberapa tokoh terkenal di dunia yang mengagumi sosok Nabi Muhammad dalam penyebaran ajaran Islam, diantara tokoh tersebut ada Mahatma K. Gandhi yang bertutur kata “ Saya ingin tahu sebaik-baiknya tentang prihidup seorang yang hingga kini memegang hati jutaan manusia… Saya lebih yakin dari sebelumnya, bahwa bukanlah pedang yang membawa islam kepada kejayaan pada masa-masa itu dalam skema kehidupan. Kesederhanaan agama Islam yang tegas, penguasaan diri yang paling kuat dari Nabi itu, keteguhan memenuhi janji, pelayanannya yang sungguh-sungguh kepada sahabat dan pengikutnya, keperwiraannya yang tidak mengenal takut, keyakinannya yang muthlak kepada Tuhan dan kepada risalahnya sendiri. Hal-hal inilah, dan bukannya pedang yang menakhlukkan segala-galanya di hadapan kaum muslimin dan mengatasi segala rintangan… ketika saya menutup jilid ke-2 buku Biografi Nabi ini, saya betul-betul merasa menyesal karena tidak ada lagi bagi saya yang dapat dibaca mengenai perihidup yang agung itu.” Begitulah kata yang terucap dari Mahatma K. Gandhi.[19]
Selain Mahatma K. Gandhi, ada juga argumaent dari Napoleon Bonaparte “ I praise God and have reverncas for the holy Prophet Muhammad and the holy Qur’an “.( Muhammad and the Teaching of Islam, Lahore, 1945, hlm. 96 ). “ Saya memuja Tuhan dan menghormati Nabi Muhammad dan Qur’an Suci “.[20]
Setlah beliau wafat pada usia 63 tahun, Dakwah Islam diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin, yaitu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq ( selama 2 tahun 10 hari )[21], Sayyidina Umar Bin Khatthab ( selama 10 tahun 6 bulan 4 hari )[22], Sayyidina Utsman Bin Affan ( selama 12 tahun )[23], dan Sayyidina Ali Bin Abi Tholib ( selama 4 tahun 9 bulan )[24].
DAFTAR PUSTAKA
Syukur NC, H. Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2009.
Gunawan, Wawan, Teladan Sepanjang Zaman, Pustaka Madani, Jakarta, 2001.
Anshari M.A., H. Endang Saifuddin, Kuliah Al-Islam, cet. 3, Rajawali Pers, Jakarta, 1992.
Ali, Muhammad Nur, Kamus Agama Islam, Annizam, Cirebon, 2004.
Michael H. Hart, “ Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah “, media.isnet.org, dalam http://www.pakdenono.com/, 01. Nabi Muhammad.
Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “, dalam http://www.geocities.com/arman_syah/, “ Selamat Datang ya Nabi Utusan Allah”, Bagian 2.
* Mahasiswa Universitas Wiralodra Indramayu, Fakultas Agama Islam, Perodi Pendidikan Agama Islam, Semester V.
[1] Drs. H. Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2009, h. 28.
[2] Drs. H. Fatah Syukur NC, h. 27.
[3] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “, dalam http://www.geocities.com/arman_syah/, “ Selamat Datang ya Nabi Utusan Allah ”, Bagian 2.
[4] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “,
[5] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “,
[6] Wawan Gunawan, Teladan Sepanjang Zaman, Pustaka Madani, Jakarta, 2001, h. 29.
[7] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “, dalam http://www.geocities.com/arman_syah/, “ Selamat Datang ya Nabi Utusan Allah ”, Bagian 2.
[8] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “,
[9] Wawan Gunawan, Teladan Sepanjang Zaman, h. 3.
[10] Drs. H. Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, h. 28.
[11] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “, dalam http://www.geocities.com/arman_syah/, “ Selamat Datang ya Nabi Utusan Allah ”, Bagian 2.
[12] Drs. H. Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam , h. 28.
[13] Muhammad Nur Ali, Kamus Agama Islam, Annizam, Cirebon, 2004, h. 124.
[14] Armansyah, “ Studi Kritis Pemahaman Islam “, dalam http://www.geocities.com/arman_syah/, “ Selamat Datang ya Nabi Utusan Allah “, Bagian 2.
[15] Michael H. Hart, “ Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah “, media.isnet.org, dalam http://www.pakdenono.com/, 01. Nabi Muhammad.
[16] Michael H. Hart, “ Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah “, media.isnet.org, dalam http://www.pakdenono.com/, 01. Nabi Muhammad.
[17] Michael H. Hart, “ Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah “,
[18] Michael H. Hart, “ Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah “,
[19] H. Endang Saifuddin Anshari, M.A., Kuliah Al-Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 1992, Cet. 3, h. 196.
[20] H. Endang Saifuddin Anshari, M.A., Kuliah Al-Islam, h.198.
[21] Muhammad Nur Ali, Kamus Agama Islam, h. 6.
[22] Muhammad Nur Ali, Kamus Agama Islam, h. 252.
[23] Muhammad Nur Ali, Kamus Agama Islam, h. 254.
[24] Muhammad Nur Ali, Kamus Agama Islam, h. 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar